SEJARAH JIHAD 3

SEJARAH JIHAD 3

Teror Dua Puluh Lima
Pembunuhan di al-Rajii—May atau July, 625 M

Ini adalah bagian penting dalam awal sejarah Islam. Di bagian teror dan pembunuhan ini kita bisa melihat sedikit tentang masyarakat Bedouin Arab yang sangat gampang melakukan kekerasan. Mencurahkan darah adalah kegiatan rutin dalam budaya barbar, tidak peduli siapa yang memulainya atau siapa yang salah atau benar. Pada saat anda membaca bagian ini tentang Islam yang ‘damai’, ingatlah kekerasan yang tak kunjung reda yang terjadi di seluruh dunia, dilakukan oleh Jihadis Islam. Ada beberapa versi dari kisah ini – sukar untuk menentukan dari perbedaan kisahnya. Ini adalah versi yang kusarikan, terutama dari versi Tabari dan Ibn Ishaq. Variasi ditandai dengan referensi yang sesuai.

Tak lama setelah perang Uhud, sekelompok orang dari Adal dan al-Qarah datang menghadap Muhammad, memintanya untuk mengirim untuk mereka beberapa guru untuk mengajar Islam kepada masyarakat mereka yang ingin memeluk Islam. Muhammad dengan segera menyetujui hal ini, dan dengan cepat mengirim 6 orang (atau 10 menurut Ibn Sa’d) bersama mereka. Tapi sebenarnya, kelompok orang ini dikirim oleh Banu Lihyan yang ingin balas dendam atas pembunuhan ketua mereka, Sufyan ibn Khalid al-Hudhayli (lihat Teror 24). Orang2 ini adalah agen2 bayaran dari Banu Lihyan. Diantara 6 guru yang dipilih Muhammad adalah Asim bin Thabit, saudara laki dari B. Amr bin Awf, Marthad bin Abi Marthad (atau Asim bin Thabit menurut Ibn Sa’d [p.66]) ditunjuk sebagai ketua kelompok guru ini.

Ketika rombongan Muslim tiba di al-Raji, mereka bermalam di situ. Orang2 Adal dan Qarah yang adalah sekutu Hudhayl, pemilik sumber mata air, tiba2 menyerang dengan pedang mereka kepada ke 6 guru Muslim untuk merampok uang yang mereka miliki. Mereka berjanji untuk tidak membunuh, tapi minta uang. Akan tetapi orang2 Muslim tidak percaya akan janji mereka dan balik melawan. Semua Muslim kecuali Zayd bin al-Dathinnah, Khubyab bin Adi dan Abd Allah bin Tariq dibunuh. Ketiga orang Muslim ini menyerah dan dibawa sebagai tawanan untuk dijual di Mekah. Setelah membunuh Asim bin Thabit, Hudhayl ingin menjual kepalanya kepada Sulafah binti Sad karena Sulafah telah bersumpah untuk minum dari batok kepala Asim bin Thabit. Ini adalah tindakan balas dendam atas kematian anak2 lakinya (Ingat? Kedua anak Sulafah yang bernama Musafi dan Julas dibunuh Asim bin Thabit) di Uhud. Mereka tidak dapat memotong kepala Asim bin Thabit karena lebah2 penyengat melindunginya dan Allah mengirim banjir yang lalu membawa tubuh Asim! Dikatakan bahwa Asim bersumpah bahwa tiada satupun dari orang pagan yang layak menyentuh tubuhnya atau tubuhnya tidak akan bersentuhan dengan tubuh orang pagan. Ketika rombongan dan para tawanan perang tiba di al-Zahran, Abd Allah bin Tariq mencoba melarikan diri, tapi para penawannya membunuhnya dengan melempari batu sampai mati. Kedua tawanan lain dibawa ke Mekah dan dijual sebagai budak. Hujayr bin Abi Ihab membeli Khubayb atas nama Uqbah bin al-Harith, sehingga Uqbah dapat membunuh Khubyab sebagai balas dendam atas pembunuhan ayahnya di Uhud. Safwan b. Umayyah membeli Zayd b. al-Dathinah untuk dibunuh sebagai balas dendam atas pembunuhan ayahnya yang bernama Umayyah bin Khalaf di Badr II.

Sejarawan Islam seperti Ibn Ishak menyatakan bahwa Khubyab adalah budak yang dapat dipercaya karena dia tidak melukai anak laki yang masih kecil milik keluarga al-Harith sewaktu anak itu bersamanya dan Khubyad sedang memegang pisau untuk memotong rambutnya. Di kemudian hari, ibu anak itu mengaku bahwa dia belum pernah bertemu dengan seorang tawanan yang budinya seluhur Khubyab. Tentu saja kisah2 ini dilebih-lebihkan dan terserah pada pembaca untuk menilai. Khubyab dipenjara sambil menunggu waktu disalib dan tetap dipenjara sampai bulan2 suci berlalu, dan lalu orang2 Quraish membunuhnya. Pada waktu dia akan dibunuh di Ka’aba, Khubyab mohon diijinkan sembahyang. Dia diijinkan sembahyang dan ini jadi tradisi bagi kaum Muslim untuk sembahyang dulu sebelum mereka dihukum mati. Setelah selesai sembahyang, Abu Sirwaah bin al-Harith bin Amir membawa Khubyab ke luar dan memancungnya. Tawanan lain Zayd bin al-Dathinah diberikan pada pelayan Safwan yang bernama Nastas untuk dibunuh. Sebelum pembunuhan Zayd bin al-Dathinah, Abu Sufyan ingin menyelamatkan nyawanya untuk ditukar dengan nyawa Muhammad. Tapi kasih Zayd terhadap Muhammad demikian besar sehingga dia tidak mau Muhammad disakiti sedikit pun. Akhirnya Nastas membunuh Zayd bin al-Dathinah.

Muhammad dan masyarakat Muslim sangat sedih mendengar berita kematian ke 6 Jihadis. Hassan ibn Thabit, sang penulis puisi Muslim mengarang sebuah puisi untuk mengingat mereka. Muhammad sadar bahwa hal ini dapat menggoyahkan kewibawaan Muslim andaikata terulang lagi. Untuk melawan rasa takut itu, Allah dengan cepatnya mengirim jaminanNya di ayat QS 2:204.

Ketika berita penculikan dan penjualan kedua budak Muslim itu terdengar Muhammad, dia dengan segera mengirim Abu Kurayb ke Quraish untuk mengintai. Dikisahkan bahwa dia melepaskan ikatan pada mayat Khubyab yang tergantung di kayu salib. Dikisahkan pula bahwa tubuh Khubyab jatuh ke tanah dan hilang untuk selamanya setelah lepas dari salib itu.


Teror Dua Puluh Enam
Usaha Pembunuhan atas Abu Sufyan bin Harb oleh ‘Amr bin Umayyah al-Damri—July, 625M

Setelah pembunuhan atas Khubyab (setelah pembunuhan di al-Rajii) dan kawan2nya, Muhammad memerintah seorang pembunuh bayaran yang bernama Amr bin Umayyah al-Damri [Tabari vol. vii, p.148] bersama dengan seorang Ansar untuk membunuh Abu Sufyan b. Harb. Dikisahkan pula bahwa pada waktu yang bersamaan Abu Sufyan juga mengirim seorang pembunuh untuk menghabisi Muhammad. Orang2 Muslim menangkap pembunuh ini dan dia minta diampuni. Muhammad mengampuninya dan dia pun lalu memeluk Islam.[Ibn Sa’d, vol ii, p.116] Tapi Muhammad mau membalas dendam kepada Abu Sufyan. Dia mengirim dua orang pembunuh yang dipimpin oleh pembunuh sewaan Amr bin Umayyah untuk membunuh Abu Sufyan secara diam2 ketika dia sedang istirahat atau tidur. Dua Jihadis pembunuh ini lalu pergi naik unta. Menurut Tabari, orang Ansar yang ikut serta menderita sakit kaki. Mereka melanjutkan perjalanan naik unta sampai di lembah Yajaj di mana mereka sepakat bahwa Amr harus pergi ke rumah Abu Sufyan untuk membunuhnya. Jika ketahuan atau ada bahaya, maka orang Ansar itu harus segera kembali ke Muhammad untuk melaporkan dan mendapat perintah selanjutnya. Usaha Amr untuk membunuh Abu Sufyan gagal dan dia kembali kepada kawannya orang Ansar.

Mereka masuk Ka’aba dan melakukan ibadah haji. Ketika ke luar, seorang (yang menurut Ibn Sa’d bernama Muawiyah) mengenal Amr bin Umaya dan berteriak keras karena Amr adalah orang yang sangat ganas dan liar. Orang2 di sekitar Ka’aba mulai mengepung Amr. Amr dan kawannya orang Ansar lari ke gunung lalu masuk suatu gua sehingga berhasil menghindari orang2 Mekah dan mereka bermalam di gua itu. Ketika mereka berada di gua, seorang Quraish pergi ke sana untuk memotong rumput bagi keledainya. Dia pergi dekat dengan letak gua di mana Amr berlindung. Amr ke luar dari gua dan membunuhnya tanpa alasan apapun. Jeritan orang Quraish ini menarik perhatian orang2 Mekah yang sedang mencari Amr. Ketika orang2 Mekah datang untuk menolong, orang Quraish yang terluka parah ini mengatakan bahwa Amr menusuknya lalu dia pun mati. Orang2 Mekah begitu sibuk menolong orang Quraish itu sehingga mereka tidak sempat mencari Amr. Setelah dua hari berdiam di gua itu, Amr dan kawannya ke luar, dan ketika mereka mencapai al-Tanim, mereka menemukan salib Khubyab. Seorang menjaga salib itu. Amr menasehati orang Ansar temannya yang ketakutan untuk naik unta dan kembali ke Muhammad dan melaporkan apa yang terjadi. Amr sendiri lalu mendekati salib dan melepas ikatan tali di mayat Khubyab dan memanggul mayat itu. Tapi tak lama kemudian orang2 Mekah mengetahuinya sehingga Amr cepat2 membuang mayat Khubyab dan melarikan diri ke arah al-Safra dan berhasil menghindar orang2 Mekah. Kawannya orang Ansar berhasil kembali ke Muhammad dan melaporkan apa yang terjadi.

Amr melanjutkan jalan kaki sampai tiba di sebuah gua lain dan berlindung di situ dengan membawa panah dan busurnya. Seorang gembala yang bermata satu dari Banu al-Dil datang untuk bernaung di gua itu pula. Amr berbohong padanya dengan mengatakan dirinya berasal dari Banu Bakr (teman suku Quraish). Orang bermata satu itu juga mengaku berasal dari Banu Bakr. Lalu dia berbaring di samping Amr dan menyanyikan lagu yang menyatakan dia tidak akan pernah mau jadi Muslim seumur hidupnya. Nyanyian ini membuat Amr marah dan ingin menghabisi orang mata satu itu. Segera setelah orang itu tidur, Amr bangun dan membunuh orang itu dengan menusukkan anak panahnya ke mata orang itu yang masih bagus, menembus ke dalam sampai ke luar dari lehernya. Setelah membunuh gembala Bedouin itu, Amr lari ke lua gua dan menuju ke dusun yang tak jauh dari situ, lalu ke Rakubah dan akhirnya ke al-Naqi. Ketika di sana, dia melihat dua mata2 Mekah yang dikirim untuk mengawasi Muhammad. Amr meminta mereka menyerah. Satu orang tidak mau dan Amr membunuhnya dengan panahnya. Yang satu lagi menyerah dan Amr mengikatnya dan membawanya pada Muhammad. Ketika Amr tiba menghadap Muhammad dengan tawanan seorang Mekah, Muhammad memberkati Amr karena melaksanakan tugas dengan baik.


Teror Dua Puluh Tujuh
Pembunuhan di Bir Maunah—July, 625M

Bagian ini merupakan kisah tragis orang2 Muslim. Ini melibatkan pembantaian 40 (menurut Ibn Ishaq) atau 70 misionaris Muslim yang dibunuh oleh kafir. Meskipun begitu, jika kita melihat penghancuran dan teror yang dilakukan Muhammad terhadap mereka yang tidak percaya padanya, sudahlah jelas bahwa Muhammad memang membangkitkan keinginan korban2nya untuk membalas dendam padanya. Bagaimana pun juga tidak ada orang yang tahan dan bisa terus menahan diri atas kegiatan perampokan, teror, penyiksaan, pembunuhan politik, penyerangan, dll yang dilakukan tanpa henti oleh Muhammad. Sudah saatnya bagi para kafir untuk membalas dendam dan memberi pelajaran yang layak bagi Muhammad.

Sewaktu kami memeriksa beberapa sumber2 Islam tentang detail kisah ini, kami menemukan banyak kisah yang bertentangan dan tidak jelas. Tulisan ini adalah hasil kesimpulan yang terbaik tentang kejadian penting awal sejarah Islam.

Empat bulan setelah perang Uhud, dan kembalinya pembunuh bayaran Amr bin Umayyah, ketua rombongan Banu Amir yang bernama Abu Bara yang telah lanjut usia datang menghadap Muhammad dan memberinya hadiah. Abu Bara menginap di Medinah. Muhammad tidak bersedia menerima hadiah sebab pemberinya adalah orang pagan dan meminta Abu Bara untuk memeluk Islam. Abu Bara menolak meskipun dia menyadari beberapa hal yang baik dalam Islam. Dia meminta Muhammad untuk mengirim beberapa Muslim kepada orang2 Najd agar mereka memeluk Islam. Awalnya, Muhammad sangat ragu akan permintaan ini karena takut hal buruk akan menimpa orang2 Muslim (misionaris Islam) yang dikirim ke sana. Karena melihat keraguan Muhammad, Abu Bara menjamin keselamatan misionaris Islam. Setelah mendengar itu, Muhammad mengirim 40 pengkhotbah Islam (yang lain bilang 70), dan menunjuk al-Mundhir bin Amr sebagai ketua tim misionaris ini. Dikisahkan bahwa mereka adalah Muslim2 terbaik dalam kelompok Muhammad.

Para ahli Qur’an ini naik kuda sampai mereka mencapai sumur Bir Maunah. Bir Maunah terletak dekat perbatasan Banu Amir dan Banu Sulaym. Di Bir Maunah, orang2 Muslim mengirim utusan yang membawa sebuah surat dari Muhammad untuk Amir bin Tufayl, yakni saudara sepupu Abu Bara dan pemimpin Banu Amir. Ketika utusan itu bertemu dengan Amir bin Tufayl, Amir segera membunuh utusan itu tanpa membuka surat dari Muhammad. Amir bin Tufayl lalu meminta suku Banu Amir untuk menolongnya memerangi orang2 Muslim. Mereka menolak memenuhi permintaan Amir bin Tufayl karena tidak mau mengkhianati janji keselamatan yang telah mereka berikan untuk Abu Bara bagi orang2 Muslim. Jadi Amir bin Tufayl minta tolong pada Banu Sulaym untuk melawan orang2 Muslim. Permintaan dipenuhi dan mereka lalu bersama-sama menyerang orang2 Muslim. Pihak Muslim melawan kembali tapi akhirnya semuanya mati kecuali Ka’b bin Zayd. Dia dalam keadaan sekarat sewaktu musuh meninggalkannya. Tapi dia tidak mati dan akhirnya bisa kembali ke Medina.


Sahih Bukhari mengisahkan kejadian ini.
Hadith Sahih Bukhari Volume 2, Book 16, Number 116:
Dikisahkan oleh 'Asim:
Aku bertanya pada Anas bin Malik tentang Qunut. Anas menjawab, “Itu pasti dilafalkan.” Aku bertanya, “Setelah atau sebelum menyembah?” Anas menjawab, “Sebelum menyembah.” Aku berkata lagi, “Orang ini dan itu memberitahuku bahwa kau memberitahu mereka setelah menyembah.” Anas menjawab, “Dia bohong (atau salah mengerti, menurut dialek Hijazi). Rasul Allah melafalkan Qunut setelah menyembah dalam suatu periode dalam sebulan.” Annas menambahkan, “Sang Rasul mengirim 70 orang (yang tahu dan hafal tentang Qur’an) kepada kaum pagan (di Najd) yang jumlahnya lebih sedikit daripada mereka dan ada perjanjian damai diantara mereka dan Rasul Allah (tapi orang pagan melanggar perjanjian itu dan membunuh ke 70 orang Muslim). Lalu Rasul Allah melafalkan Qunut selama suatu periode dalam satu bulan meminta Allah untuk menghukum mereka.”

Ketika berita pembantaian itu didengar Muhammad, dia sangat sedih dan mengirim Amr. bin Umayyah (Ingat? Sang pembunuh bayaran) dan seorang Ansar untuk menyelidiki seluruh kejadian itu. Mereka mendekati tempat pembunuhan dan menemukan mayat2 para Muslim dari melihat burung2 bangkai yang terbang di atasnya. Mereka menyaksikan mayat2 itu terbaring dalam genangan darah dan para pembunuhnya berdiri tak jauh dari situ. Dengan marahnya kedua orang itu menyerang orang pagan. Tapi orang2 pagan dengan cepat sekali membunuh orang Ansar dan menangkap Amr bin Umayyah sebagai tawanan. Tapi tak lama kemudian dia dibebaskan oleh Amir bin Tufayl karena mereka saudara dekat. Sebelum membebaskan Amr, Amir memotong rambut bagian depannya.

Setelah dibebaskan, Amr bin Umayyah kembali ke Medina. Di tengah jalan, dia berhenti di Qarkarat yakni tempat sebuah oasis. Di sini dia bertemu dengan dua orang dari Banu Amir yang berhenti di dekat Amr bin Umayyah. Suku Banu Amir punya perjanjian perlindungan dengan Muhammad, tapi Amr bin Umayyah tidak tahu akan hal ini. Ketika kedua orang dari Banu Amir ini tertidur, Amr menyerang dengan cepat dan membunuh kedua orang ini dengan berpikir bahwa dia sudah membalas dendam. Ketika Muhammad tahu apa yang telah Amr perbuat, dia berkata pada Amr bahwa dirinya (Muhammad) harus membayar uang darah. Muhammad menyalahkan semua peristiwa pembunuhan pada Abu Bara. Ketika Abu Bara mendengar hal ini, dia sangat menyesal akan pengkhianatan Amir bin Tufayl.

Orang mungkin akan bertanya mengapa hanya Muhammad yang harus bayar uang darah untuk pembunuhan kedua orang Banu Amir tapi dia (Muhammad) sendiri tidak menerima uang darah atas pembunuhan misionaris Muslim? Tabari menjelaskan aturan uang darah yang membingungkan ini dalam catatan kaki.[Tabari, vol. vii, p.153] Dia menulis:
“Muhammad harus membayar uang darah atas pembunuhan kedua orang dari suku Banu Amir karena kedekatan hubungannya dengan suku Banu Amir. Dia tidak bisa menuntut uang darah bagi para Muslim yang tampaknya dibunuh oleh orang2 Banu Sulaym bahkan meskipun jika Amir bin Tufayl meminta Banu Sulaym untuk melakukannya.”

Untuk mengenang pembantaian para misionari Muslim, Hassan bin Thabit (penulis puisi pribadi Muhammad) menyusun sebuah puisi tentang nasib naas mereka dan membujuk anak2 laki Abu Bara untuk melawan Amir bin al-Tufayl. Ketika anak laki Abu Bara yang bernama Rabiah mendengar puisi Hassan bin Thabit, dia menyerang Amir bin Tufayl tapi gagal membunuhnya. Amir lalu menyalahkan Abu Bara dan bersumpah untuk balas dendam dengan membunuh sendiri atau dengan orang lain.

Muhammad tentu saja sedih sekali dengan terjadinya pembunuhan di Bir Maunah. Para pengikutnya patah semangat ketika mengetahui kejadian ini. Untuk membangkitkan moral mereka, Allah dengan cepat mengirim ayat2 QS 3:169-173, di mana Dia mengumumkan bahwa para Jihadis tidak mati, dan tetap hidup bersamaNya di surga. Dikatakan bahwa Allah mengeluarkan ayat satu lagi yang mengatakan para Jihadis memberitahu orang2 bahwa mereka telah bertemu Allah, tapi ayat ini kemudian dibatalkan.[Tabari, vol. vii, p.156] Mubarakpuri [p.354] mendapat penjelasan dari para ahli Islam yang mengutip ayat yang dibatalkan itu berbunyi seperti ini: “Beritahu orang2 kami bahwa kami telah bertemu Tuhan. Dia sangat senang akan kami dan Dia telah membuat kami bahagia.” Tidak diketahui mengapa Allah tiba2 berubah pikiran dan membatalkan ayat ini. Pembatalan ayat ini tidak dikisahkan dalam Qur’an.

Muhammad sekarang mulai cari dukungan untuk mengumpulkan uang darah bagi para Muslim dan sekutu2nya orang Yahudi. Karena orang2 Yahudi jauh lebih kaya daripada orang2 Muslim, Muhammad mengatur rencana cerdik untuk meminta uang darah dari kaum Yahudi Banu Nadr, yang hidup di tempat mereka yang tak jauh dari tempat orang2 Muslim. Muhammad telah mengambil keputusan untuk mengenyahkan orang2 Yahudi dan merampas tanah dan harta benda mereka, dan tidak hanya untuk membayar uang darah, tapi juga untuk memperkaya para Jihadisnya yang sedang merosot moralnya karena tragedi di Bir Maunah. Muhammad harus cepat2 berbuat sesuatu untuk membangkitkan semangat mereka dan menyelematkan mukanya sendiri di hadapan para pengikutnya yang fanatik. Pengalamannya dengan Banu Qaynuqa (baca Teror 14) membuatnya sadar betapa mudahnya untuk menteror seluruh masyarakat kafir, mencuri tanah dan harta mereka tanpa ada hukuman apapun bagi dirinya dan tanpa sedikitpun rasa sesal. Muhammad sekarang siap menggunakan teror lagi untuk mencapai tujuannya.


Teror Dua Puluh Delapan
Pembersihan Etnis Yahudi Banu Nadir dari Medina oleh Muhammad — July, 625 M

Kaum Yahudi Banu Nadir tinggal di tanah subur tak jauh dari Medina. Mereka adalah kaum Yahudi yang makmur, menguasai tanah pertanian yang luas dan menanam perkebunan kurma di tanah itu. Mereka merupakan sekutu suku Banu Amir. Seperti yang telah disebut di Bagian 7, Muhammad hendak bertemu dengan Yahudi Banu Amir untuk minta ganti uang darah dari mereka atas pembunuhan 2 orang Banu Amir yang dibunuh karena salah sangka oleh pembunuh bayaran Amr bin Umayya al-Damri.

Jadi Muhammad dan beberapa pengikutnya, termasuk Abu Bakr, Ali dan Umar mengunjungi daerah tempat tinggal Banu Nadir, yang letaknya 2 sampai 3 mil dari Medina dan meminta ketua Banu Nadir untuk membayar ganti uang darah yang telah Muhammad bayar kepada Banu Amir. Para Yahudi Banu Nadir menerima Muhammad dengan hormat dan memintanya duduk. Mereka mendengarkan dengan seksama atas permintaannya dan setuju untuk memenuhi permintaan Muhammad. Mendengar bahwa Banu Nadir dengan cepat menyatakan setuju untuk membayar, Muhammad merasa sangat tidak senang. Sebenarnya dia berharap agar kaum Yahudi Banu Nadir menolak permintaannya, sehingga dia punya alasan bagus untuk menyerang mereka dan merampas tanah dan harta bendanya. Setelah setuju dengan permintaan Muhammad untuk mengganti uang darah, orang2 Yahudi Banu Nadir pergi ke ruang lain untuk berdiskusi diantara mereka sendiri. Hal ini membuat Muhammad merasa takut. Waktu itu dia sedang duduk di dekat tembok rumah, dan dia mengira orang2 Yahudi Banu Nadir sedang merencanakan untuk membunuhnya. Dia menuduh orang2 Yahudi ingin membunuhnya dengan menjatuhkan batu dari atas rumah. Seperti biasanya, dia berpura-pura malaikat Jibril memberitahu dia akan hal itu.[Mubarakpuri, p.355] Maka dia tiba2 berdiri dan pergi meninggalkan tempat itu, seperti ingin cepat2 buang air [Rodinson, p.192] dan meminta yang lain, termasuk Abu Bakr, Umar dan Ali tidak meninggalkan tempat itu sampai dia kembali. Ketika kawan2nya menunggu lama dan Muhammad tetap juga tidak kembali, mereka pergi mencari dia. Dalam perjalanan ke Medina mereka bertemu dengan orang yang mengatakan bahwa dia melihat Muhammad menuju Medina. Ketika mereka bertemu Muhammad di Medina, dia mengatakan pada mereka tentang persepsinya bahwa Banu Nadir merencanakan untuk membunuhnya dan memerintah orang2 Muslim bersiap untuk menyerang Banu Nadir.

Dengan keinginan jelas untuk melakukan perang dan merampas harta benda Yahudi dalam pikirannya, Muhammad memerintah salah satu pembunuh bayarannya yakni Muhammad ibn Maslamah (Ingat? Orang inilah yang membunuh Ka’b b. Ashraf, lihat Teror 17) untuk pergi menghadap orang2 Yahudi Banu Nadir untuk mengumumkan pada mereka perintah untuk meninggalkan Medina. Dia memberikan waktu 10 hari bagi orang2 Yahudi untuk meninggalkan Medina dan jika mereka melampaui batas waktu, mereka akan dibunuh – begitulah ancaman dari Muhammad. Orang2 Yahudi Banu Nadir kaget ketika mendengar perubahan hati Muhammad yang tiba2 itu. Mereka sukar percaya akan hal ini bisa dilakukan oleh Muhammad yang ngaku2 sebagai utusan Tuhan. Mereka lebih kaget lagi ketika mendengar ancaman itu dikatakan oleh Muhammad ibn Maslamah yang tidak punya permusuhan apapun dengan orang2 Yahudi. Ketika para Yahudi Banu Nadir mengatakan keheranan mereka atas sikap Muhammad ibn Maslamah, dia berkata, “Hati telah berubah, dan Islam sudah menghapuskan perjanjian damai yang ada.”

Ketika Abd Allah ibn Ubayy mengetahui keadaan genting yang dihadapi kaum Yahudi Banu Nadir, dia mengirim pesan kepada mereka bahwa dia sendiri akan datang dengan bantuan 2.000 tentara Yahudi dan Arab. Tapi kaum Yahudi Banu Nadir ingat bahwa orang yang sama ini pula yang menjanjikan bantuan pada kaum Yahudi Banu Qaynuqa tapi akhirnya janjinya tidak ditepatinya sendiri. Maka pada awalnya kaum Yahudi Banu Nadir mengambil keputusan untuk mengungsi ke Khaybar atau daerah sekitaranya. Mereka mengira mereka masih bisa datang ke Yathrib (Medina) untuk menuai hasil perkebunan mereka dan kembali ke pengungsian mereka di Khaybar. Huyayy ibn Akhtab, ketua Banu Nadir, akhirnya mengambil keputusan untuk tidak mengambil keputusan itu. Dia mengirim pesan kepada Muhammad bahwa kaum Yahudi menolak perintahnya dan masuk ke dalam benteng mereka dan mengumpulkan bahan makanan sampai cukup untuk waktu setahun dan bersiap-siap untuk mempertahankan diri mereka sendiri. Jadi tidak ada seorang pun Yahudi yang meninggalkan Medina sampai batas waktu 10 hari lewat. Muhammad sekarang punya alasan kuat untuk menyerang kaum Yahudi.

Begitu Muhammad ibn Maslamah kembali ke Medina dengan berita dari orang Yahudi, Muhammad di mesjidnya segera memerintahkan para Jihadisnya yang fanatik untuk mempersenjatai diri dan bergerak untuk mengepung benteng kaum Yahudi Banu Nadir. Tentara Muslim yang dipimpin Muhammad mulai berbaris menuju Banu Nadir yang sudah berlindung dalam benteng mereka yang kokoh. Pada awalnya, kaum Yahudi menyerang para pengepung Muslim dengan panah dan batu dan bertahan dengan gagah. Meskipun sudah diduga sebelumnya, mereka tetap merasa sangat kecewa ketika bantuan yang dijanjikan Abd Allah ibn Ubayy, atau dari sumber2 yang tadinya dapat dipercaya. Pengepungan berlangsung dari 15 sampai 20 hari, dan Muhammad jadi semakin tak sabar. Akhirnya, agar musuh cepat menyerah, Muhammad melanggar aturan perang Arab dengan memotong pohon2 kurma di sekeliling daerah itu dan membakarnya. Ketika kaum Yahudi protes atas pelanggaran aturan perang itu, Muhammad memohon wahyu spesial dari Allah (QS 59:4) yang dengan segera dikirim turun, yang memperbolehkan penghancuran pohon2 kurma milik musuh. Di ayat ini Allah dengan murah hatinya memberi ijin pada kaum Muslim untuk membabat habis pohon2 kurma: katanya ini bukan penghancuran tapi pembalasan dari Allah dan untuk merendahkan para pelaku kejahatan.[Ibn Ishaq, p.438] Dengan ini pula diperbolehkan untuk membabat ladang pertanian dan membakarnya dalam perang. Penyair Muslim (atau penulis berita perang pada jaman itu) yang bernama Hassan bin Thabit ternyata menikmati penghancuran ladang kehidupan kaum Yahudi Banu Nadir dan mengarang syair tentang tindakan biadab para Jihadis.

Ini Hadis Sahih Bukhari yang menunjukkan suasana hati Hassan:
Hadis Sahih Bukhari, Volume 3, Buku 39, Nomer 519:
Dikisahkan oleh Abdullah:
Sang Nabi memerintahkan pembakaran pohon2 palem suku Bani-An-Nadir dan menebangnya di tempat yang bernama Al-Buwaira. Hassan bin Thabit menuliskan dalam sebuah syair puitis: “Para ketua Bani Lu'ai dengan leluasa melihat api menyebar di Al-Buwaira.”

Setelah Muhammad menghancurkan sumber hidup satu2nya milik mereka, Banu Nadir merasa tak berdaya dan tidak punya pilihan lain selain menyerah dan meninggalkan tanahnya. Sebagai gantinya, mereka meminta Muhammad agar tidak membunuh mereka. Muhammad menyetujui permintaan mereka dengan syarat mereka hanya diperbolehkan membawa harta benda yang bisa diangkut oleh unta2 mereka. Muhammad juga menuntut kaum Yahudi menyerahkan senjata2 mereka. Kaum Yahudi menuruti persyaratan yang merendahkan ini dan mereka memuati 600 unta mereka dengan harta benda mereka dan lalu pergi dari tanah tempat tinggal mereka. Sebagian dari mereka, termasuk para pemimpin mereka yang bernama Huyey, Sallam dan Kinana pergi ke Khaybar. Sebagian lagi pergi ke Yerikho dan dataran tinggi Syria Selatan. Hanya dua orang dari mereka memeluk Islam dan kedua orang ini memperoleh kembali tanah dan semua harta bendanya.
[Catatan: Hukum Shariah (Hukum Islam) tentang penghancuran barang2 milik musuh mengatakan sebagai berikut: Dalam Jihad diijinkan untuk memotong pohon2 musuh dan menghancurkan rumah2 mereka.[Reliance of the Traveler, law o9.15, p.604] ]

Segera setelah pengusiran kaum Yahudi Banu Nadir selesai dilaksanakan, Muhammad mengambil alih pemilikan atas kekayaan mereka dan menjadikannya barang miliknya pribadi yang dapat diperlakukan sekehendaknya. Dia menyatakan bahwa barang jarahan dari Banu Nadir adalah milik Allah dan dia[Ibn Ishaq, p.438], tanpa menerapkan hukum pembagian barang jarahan yang biasa sebab barang2 jarahan ini didapatkan tanpa pertempuran. Dia membagi-bagi tanah sesuai dengan pertimbangannya, dan memilih daerah yang terbaik bagi dirinya sendiri. Kemudian sisa tanah yang lain dibagi-bagikan kepada kaum Muhajir (yang hijrah dari Mekah ke Medinah) dan dua orang warga Medinah (Ansar). Dengan begini, kaum Muhajir jadi bisa berdikari dan makmur. Muhammad, Abu Bakr, Umar, Zubayr dan sahabat2 Muhammad mendapat banyak lahan yang sangat bagus. Barang jarahan lain terdiri dari 50 baju perang, 50 perlengkapan perang dan 350 pedang. Karena itu pengusiran kaum Yahudi Banu Nadir merupakan sukses pendapatan material yang besar bagi Muhammad. Seluruh Sura 59:al- Hashr berhubungan dengan permasalahan dengan Banu Nadir, di mana Allah berkata bahwa kaum Yahudi Banu Nadir tunduk karena dimasukkannya teror dalam hati mereka. Teror sebagai hukuman dari Allah menjadi senjata andalah yang sah bagi Muhammad.

Hussain Haykal menulis tentang keberhasilan teror dan penjarahan ini sebagai hadiah terbesar bagi kaum Muslim. Barang jarahan tidak dibagi-bagikan diantara seluruh Muslim tapi dianggap sebagai barang yang dipercayakan kepada kaum Muhajir setelah mengambil sebagian untuk membantu Muslim yang miskin dan kekurangan. Dengan begitu keadaan ekonomi kaum Muhajirun jadi jauh membaik untuk pertama kalinya. Sekarang kaum Muhajirun mempunyai kekayaan yang sama dengan kekayaan warga Medina.

Hussain Haykal menulis akan hal ini:
Setelah pengusiran kaum Yahudi B. Nadir, Muhammad membagi-bagikan tanah mereka kepada kaum Muhajir dan dengan ini mereka merasa sangat puas dengan tanah mereka yang baru. Kaum Ansar pun sama puasnya karena mereka tidak lagi harus menyokong dana bagi kaum Muhajir.[Between Badr and Uhud]

Dengan hasil penjarahan ini Muhammad menjadi orang yang amat kaya raya di Medina dan kaum Muhajir sekarang punya tempat tinggal permanen bagi hidup mereka.

Sampai saat keluarnya kaum Yahudi Banu Nadir dari Medina, sekretaris Muhammad adalah orang Yahudi. Muhammad memilih dia karena ketrampilannya dalam menulis surat dalam bahasa Ibrani, Syria dan Arab. Setelah pengusiran Banu Nadir, Muhammad tidak percaya lagi terhadap non-Muslim untuk menulis suratnya. Karena itu dia meminta Zayd ibn Thabit, seorang Medina muda, untuk belajar dua bahasa dan menunjuknya sebagai sekretaris untuk semua hal. Zayd ibn Thabit inilah yang nantinya mengumpulkan ayat2 dan dijadikan satu buku Qur’an pada jaman kalifah Abu Bakr dan Uthman. Muhammad juga mengaku bahwa kekayaan Banu Nadir adalah hadiah spesial dari Allah untuknya. Dia menjual jarahan barang2 Banu Nadir untuk membeli peralatan perang, kuda2, menafkahi istri2nya dan menggunakan barang2 milik Banu Nadir untuk kebutuhan istri2nya.

Ini Hadis Sahih Bukhari tentang hal tsb.:
Hadis Sahih Bukahri, Volume 6, Book 60, Number 407:
Dikisahkan oleh Umar:
Harta benda milik Bani An-Nadir merupakan sebagian barang jarahan yang diberikan Allah pada RasulNya (karena) barang2 jarahan seperti itu tidak didapat dari peperangan yang dilakukan kaum Muslim, atau dengan pasukan berkuda, atau dengan pasukan berunta. Jadi barang2 ini adalah milik Rasul Allah saja, dan dia menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan tahunan para istrinya, dan menggunakan sisa dana untuk membeli persenjataan dan kuda sebagai peralatan perang yang digunakan untuk Tujuan Allah.

Ini Hadis Sunaan Abu Daud tentang hak tunggal Muhammad akan barang jarahan milik Banu Nadir, Fadak dan Khaybar:
Hadith from Sunaan Abu Dawud, Book 19, Number 2961:
Dikisahkan oleh Umar ibn al-Khattab:
Malik ibn Aws al-Hadthan berkata: Salah satu pertentangan yang diajukan Umar adalah bahwa dia berkata bahwa Rasul Allah menerima tiga hal bagi dirinya sendiri: Banu an-Nadir, Khaybar dan Fadak. Kekayaan Banu an-Nadir dimiliki semuanya bagi kebutuhannya yang semakin banyak, Fadak bagi para pengelana, dan Khaybar dibagi oleh Rasul Allah dalam tiga bagian: dua untuk kaum Muslim, dan satu sebagai sumbangan bagi keluarganya. Jika ada yang sisa setelah disumbangkan bagi keluarganya, dia membaginya diantara para Emigran (Muhajir) yang miskin.

Sekali lagi kita melihat bahwa terorisme memberi banyak kekayaan bagi Muhammad dan pengikutnya para Jihadis yang fanatik.

Banyak ahli Islam yang seringkali mengatakan: “Tidak ada paksaan dalam agama” (QS 2:256) untuk menunjukkan kebebasan beragama dalam Islam. Akan tetapi mereka dengan cerdiknya menghindari konteks penggunaan ayat ini. Ayat ini berhubungan dengan anak dari orangtua Muslim yang dibesarkan oleh orang2 Yahudi Banu Nadir. Ini terjadi karena di jaman itu, orang2 Muslim yang kesulitan punya anak biasa bersumpah bahwa jika Allah memberi mereka anak, maka mereka akan menyerahkan anak2 mereka untuk dibesarkan oleh kaum Yahudi. Ketika Muhammad melakukan pembersihan rasial kaum Yahudi Banu Nadir, orangtua2 Muslim dari anak2 ini bertanya padanya apa yang harus mereka perbuat dengan anak2 mereka. Muhammad memperbolehkan anak2 ini untuk tetap jadi Yahudi dengan berkata, “Tidak ada paksaan dalam agama.” Karena itu pula, ayat 2:256 tidak ada hubungannya dengan kebebasan beragama sama sekali.

Ini Hadisnya:
Hadith Sunaan Abu Dawud, Book 14, Number 2676:
Dikisahkan oleh Abdullah ibn Abbas:
Ketika anak2 dari seorang wanita (jaman pra-Islam) tidak selamat (meninggal dunia), dia bersumpah atas dirinya sendiri jika anak2nya dapat terus hidup, dia mau menjadi Yahudi. Ketika Banu an-Nadir diusir (dari Arabia), terdapat beberapa anak2 Ansar diantara mereka. Mereka (para Ansar) berkata: Kami tidak mau meninggalkan anak2 kami. Jadi Allah yang Maha Tinggi menyatakan, “Tidak ada paksaan dalam beragama. Kebenaran tampak nyata (berbeda) dari kesalahan.”


Teror Dua Puluh Sembilan
Penyerangan terhadap Banu Ghatafan di Dhat al-Riqa oleh Muhammad—October, 625M

Setelah pengasingan atas kaum Yahudi B. Nadir, Muhammad tinggal di Medina selama dua bulan. Dia menerima berita bahwa beberapa suku Banu Ghatafan sedang berkumpul di Dhat al Riqa untuk tujuan yang mencurigakan. Ghatafan adalah suku Arabia, keturunan dari Qais. Muhammad memimpin tentaranya menuju Nakhl untuk menyerang Banu Muhamrib dan Banu Thalabah, cabang suku Ghatafan. Operasi militer ini disebut sebagai Dhat al-Riqa’ (gunung tambal) karena gunung di mana peristiwa ini terjadi punya warna bertambal hitam, putih dan merah di permukaannya. Muhammad melakukan serangan mendadak pada mereka dengan kekuatan 400 (atau 700) tentara. Kaum Ghatafan lari ke gunung2, meninggalkan kaum wanita mereka di tempat tinggalnya. Tidak terjadi pertempuran tapi Muhammad menyerang tempat tinggal mereka dan membawa semua kaum wanita termasuk seorang gadis yang sangat cantik.[Ibn Sa’d, p.74] Ketika waktu sembahyang tiba, kaum Muslim takut jika orang2 Ghatafan akan turun gunung dan melakukan serangan mendadak ketika mereka sembahyang. Dalam menangani rasa takut ini, Muhammad memperkenalkan ‘sembahyang dalam waktu bahaya’. Diatur agar beberapa tentara menjaga tentara lain yang melakukan sembahyang. Setelah selesai, yang tadi berjaga mengambil giliran sembahyang. Jadi sembahyang umum dilakukan dua kali. Sebuah wahyu datang dari Allah (QS 4:100-102) tentang mempersingkat waktu sembahyang.

Ketika Muhammad sedang beristirahat di bawah naungan sebuah pohon di Dhat al-Riqa, seorang pagan datang padanya dengan maksud untuk membunuhnya. Orang itu memainkan pedang Muhammad dan mengarahkan pedang itu padanya sambil bertanya apakah Muhammad merasa takut atau tidak. Muhammad mengaku bahwa Allah akan melindunginya dan dia tidak takut sama sekali. Orang pagan itu lalu menyarungkan pedang dan mengembalikannya pada Muhammad. Atas kejadian ini, Allah mengeluarkan QS 5:11, yang menyatakan perlindunganNya atas Muhammad saat ada orang yang bermaksud mengambil nyawanya. Setelah 15 hari kemudian, Muhammad kembali ke Medina. Tapi dia merasa tidak tenang. Dia menduga orang2 Banu Ghatafan akan menyerang mendadak untuk mengambil kembali kaum wanita mereka.

Anehnya, Sirah (biografi Muhammad) tidak menulis sama sekali tentang apa yang terjadi atas para tawanan wanita Ghatafan itu. Kami mencari informasi akan hal ini dari berbagai sumber Islam yang terkemuka, tapi mereka semua membisu bagaikan ikan. Jika kami harus mengikuti hukum2 Islam, maka kami sangat yakin bahwa kaum wanita ini akan dibagi-bagikan kepada kaum Jihadis untuk dinikmati tubuhnya atau dijual sebagai budak2 untuk mengumpulkan dana bagi perang sebagaimana hukum barang jarahan berlaku.


Teror Tiga Puluh
Penyerangan Badr III oleh Muhammad—January, 626M

Seperti yang telah disetujui di Uhud (lihat Teror 21), tentara2 Mekah dan Medina berjanji untuk bertemu lagi di Badr dalam waktu setahun. Waktu setahun ini dengan cepat datang. Tahun itu terjadi kekeringan besar. Abu Sufyan bin Harb berpendapat tidaklah tepat untuk mengadakan perang tahun itu karena adanya kelaparan dan karena itu dia menunda pertemuan sampai tahun yang lebih baik. Dia mengirim seorang wakilnya yang bernama Nuaym ke Medina untuk membesar-besarkan berita persiapan orang Mekah. Abu Sufyan melakukan itu dengan maksud agar orang2 Muslim enggan untuk berperang, apalagi jika mengingat kekalahan di Uhud. Meskipun begitu, tentara Quraish tetap berangkat dari Mekah dengan 2.000 tentara jalan kaki dan 50 tentara berkuda. Abu Sufyan memimpin mereka dari Mekah sampai tiba di Usfan, tapi lalu mengambil keputusan untuk kembali setelah berjalan selama 2 hari karena dia tidak menemukan padang rumput yang bagus. Tahun itu memang terjadi kemarau hebat. Tentara Mekah hanya makan tepung dan air saja. Karena itu kejadian ini juga dikenal dengan nama operasi Sawick (bubur gandum).

Kabar dari Nuaym membuat kaum Muslim di Medina khawatir. Banyak dari mereka yang tidak ingin bertemu lawan tangguh itu lagi. Tapi Muhammad mengambil keputusan untuk pergi perang. Dia mengumpulkan 1.500 tentara dan bersiap berangkat ke Badr. Ini adalah untuk ketiga kalinya kedua tentara sedianya bertemu di Badr. Tentara Muslim akhirnya tiba di Badr dan berkemah di sana selama 8 hari. Mereka membawa banyak barang2 karena tadinya mengira ada perayaan di sana. Tetapi setelah ditunggu, ternyata tentara Quraish tidak muncul. Muhammad menunggu kedatangan Abu Sufyan. Ketika yang ditunggu tidak kunjung muncul, dia bertemu dengan Makashi bin Amr al-Damri dan menyatakan keinginannya untuk membatalkan perjanjian damai diantara mereka berdua, jika Banu Damri memang menginginkan juga. Sebenarnya Muhammad ingin berperang dengan suku Banu Damri karena dia pikir dia cukup kuat untuk meneror suku kecil ini. Tapi masyarakat Banu Damri ingin tetap mempertahankan perjanjian damai dengannya.

Tentara Muslim menukarkan barang2 mereka dan dapat banyak untung, setelah itu mereka kembali ke Medina. Muhammad puas sekali dengan kegiatan ini dan dia menganggapnya sebagai tanda dari Allah. Dia menerima wahyu QS 3:172-175 tentang Setan yang memasukkan rasa takut dalam pikiran Muhammad.

Ketika kaum Quraish mendengar bahwa Muhammad merasa gembira, mereka jadi khawatir bahwa dia akan terus meneror mereka. Mereka lalu mulai merencanakan serangan besar melawan Muhammad. Dibutuhkan waktu setahun untuk merencanakan dan melaksanakan serangan itu. Dalam masa setahun itu, Muhammad disibukkan banyak hal.


Teror Tiga Puluh Satu
Serangan Pertama atas Dumat al-Jandal oleh Muhammad—July, 626M

Di musim panas tahun 626 M, Muhammad mengaku menerima laporang mata2 yang mengatakan bahwa suku Ghatafan sekali lagi telah mengumpulkan para tentara mereka di Dumat al-Jandal untuk menyerangnya. Dumat al-Jandal adalah tempat oasis (sumber mata air) di perbatasan antara Hijaz dan al-Sham, pertengahan antara Laut Merah dan Selat Persia di perbatasan Syria. Kemarau hebat menyebabkan daerah ini mengalami kelaparan. Tanpa menghabiskan banyak waktu, Muhammad tiba2 menyerang suku Ghatafan dan menangkap ternak2 mereka yang sedang merumput di daerah itu. Dia memimpin operasi penjarahan ini dengan 1.000 tentara dan bergerak sampai mencapai perbatasan Syria. Tidak ada pertempuran yang terjadi karena Banu Ghatafan melarikan diri tanpa melawan sama sekali. Tentara Muslim kembali ke Medina dengan hewan2 jarahan. Usaha penjarahan ini membangkitkan nafsu menjarah yang besar dalam hati pengikut Muhammad. Dalam perjalanan pulang, Muhammad membuat perjanjian damai dengan Uyanah bin Hisn, ketua suku Banu Fazarah, yang merupakan bagian suku yang kuat dari suku Ghatafan, sehingga Uyanah bin Hisn dapat membawa ternaknya merumput di daerah sekitar yang bernama Taghlaman, yang dikuasai oleh Muhammad karena daerah Uyanah sendiri gersang. Tanah Taghlaman berumput subur karena hujan di sana.

Teror Tiga Puluh Dua
Pertempuran Parit Dipimpin oleh Muhammad—February, 627M

Setelah sukses dalam menjarah, kaum Muslim di Medina merasa aman dan tenteram. Kebutuhan nafkah mereka dipenuhi dari usaha2 perampokan ini. Muhammad punya kekuatan militer yang kuat setelah mengusir kaum Yahudi Banu Qaynuqa dan Banu Nadir dari tanah tempat tinggal mereka di Medina. Akan tetapi, Muhammad selalu waspada karena khawatir atas serangan musuh tiba2. Dan memang kekhawatirannya beralasan karena pihak musuh benar2 menyerangnya tidak lama setelah dia dengan bersantai menikmati barang jarahan di tengah kekuatan militernya. Ketika musim dingin tiba, kaum Quraish bersiap-siap untuk menyerang Muhammad. Ini dikenal sebagai perang Parit atau perang Ahzab (sekutu).

Pertempuran ini terjadi di bulan Februari, 627 M (Shawal, AH 5). Alasan utama terjadinya perang ini adalah karena pembersihan rasial Yahudi Banu Nadir dari Medina. Setelah pengasingan kaum Yahudi Banu Qaynuqa dan Banu Nadir dari Medina, para pemimpin Yahudi yang terusir yakni Salam bin Abi al-Huqayq al-Nadri, Huyayy bin Akhtab al-Nadri, Kinanah bin al-Rabi bin Abi al-Huqayq… dll pergi ke Mekah dan bertemu dengan para pemimpin Quraish dan membentuk persekutuan untuk melawan Muhammad yang mengancam keamanan mereka. Pada mulanya kaum Quraish bersikap ragu akan orang2 Yahudi karena agama Yahudi serupa dengan Islam. Mereka bertanya pada orang2 Yahudi agama mana yang lebih baik – pagan atau Islam? Kaum Yahudi menjawab agama Quraish (pagan) lebih baik daripada agama baru monotheism milik Muhammad, karena agama Muhammad mewajibkan membunuhi orang2, sedangkan agama Quraish tidak. Jawaban ini menyenangkan kaum Quraish, dan mereka tanpa ragu menerima kaum Yahudi sebagai sekutu. Akan hal ini, Allah menurunkan ayat QS 4:51-55, mengutuk kaum Yahudi yang bersekutu dengan kaum pagan dan Dia menjanjikan neraka bagi kaum Yahudi.

Setelah bertemu dengan para pemimpin Yahudi, pihak Quraish bersiap untuk melancarkan serangan hebat kepada Muhammad dan Jihadis fanatiknya itu. Setelah mengadakan perjanjian dengan pihak Quraish, para pemimpin Yahudi bertemu dengan orang2 Ghatafan dan beberapa suku di sekitar Mekah dan meyakinkan mereka agar melakukan serangan bersama dengan orang2 Quraish. Maka tentara Quraish di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Hard dan tentara Ghatafan di bawah pimpinan Uyanah bin Hisn bin Hudhayfah (lihat Teror 31) berbaris menuju Medina. Beberapa penulis biografi menulis Unayah sebagai pempimpin Banu Fazarah, dan suku ini adalah cabang suku Ghatafan.[Mubarakpuri, p.363] Suku2 lain yang bergabung dengan mereka adalah Banu Murrah dan Masud bin Rukhaylah dari suku Ashja. Pihak Quraish sendiri membawa 4.000 tentara, 300 kuda, 1.500 unta. Seluruh kekuatan Mekah adalah 10.000 orang. Mereka berbaris dalam tiga kelompok yang terpisah. Komandan utama adalah Abu Sufyan bin Harb. Bendera perang dibawa oleh Uthman ibn Talhah yang ayahnya dibunuh di perang Uhud.

Tak lama kemudian berita serangan ini didengar oleh Muhammad. Dia benar2 tidak siap akan serangan mendadak dari pihak Quraish dan sekutunya. Pengalaman akan perang Uhud masih segar terbayang dalam benak orang2 Muslim. Perang baru melawan Quraish sungguh tidak mereka inginkan.[Muir, vol.iii, ch.17, p.256] Melihat bahaya ini, Muhammad mengadakan rapat dengan para pemimpin tentaranya yang terpercaya. Dalam rapat ini, Salman yang adalah seorang Persia yang masuk Islam, mengajukan usul untuk menggali parit sekitar Medina untuk melindungi kota itu dari serangan pihak Mekah. Dia tadinya adalah seorang tawanan beragama Kristen dari Mesopotamia, yang dibawa oleh seorang Yahudi dari Bani Kalb. Lalu dia ditebus dan beralih ke Islam. Dia tahu akan teknik mempertahankan diri seperti ini di negara2 lain. Ini merupakan teknik bela diri yang baru sama sekali bagi orang Arab dan sebelumnya tidak pernah dilakukan. Muhammad dan para pengikutnya dengan cepat setuju akan usul ini. Pekerjaan yang harus dilakukan adalah menggali parit yang dalam, mungkin sekitar 10 yard 30 kaki lebarnya dan 5 yard (15 kaki) dalamnya dan panjangnya adalah ½ mil [140] di sekeliling kota Medina. Agar pekerjaan cepat selesai, tugas dibagi dan dilakukan oleh beberapa kelompok keluarga.

Muhammad sekarang mengumpulkan orang2nya untuk menggali parit ini dan meng-iming2i mereka hadiah surga. Saat itu adalah bulan puasa Ramadan dan Muhammad menyewa peralatan gali lubang dari kaum Yahudi Banu Qurayzah. [Hamidullah, p71] Sekitar 3.000 Muslim [Tabari vol. viii, p.8.9] bekerja dari subuh sampai petang untuk menyelesaikan penggalian dan mereka bergabung bersama untuk menghadapi tentara Quraish dan sekutunya yang berjumlah 10.000 orang. Muhammad mulai mengutuki orang2 Mekah, mengundang murka Allah atas mereka seperti yang tercantum di
Hadis Sahih Bukhari, Volume 5, Book 59, Number 415:
Dikisahkan oleh Anas:
Rasul Allah mengucapkan Al-Qunut selama sebulan setelah membungkuk (sembahyang), menimpakan kesialan atas beberapa suku Arab.

Beberapa orang munafik juga bergabung tapi mereka tidak tekun dan akhirnya meninggalkan pekerjaan kembali ke keluarga mereka tanpa ijin dari Muhammad. Meskipun begitu, yang taat tetap menggali dengan tekad bulat, dan hanya berhenti sekali2 untuk bergabung dengan keluarga mereka setelah dapat ijin dari pemimpin rohaninya. Dalam hal ini, Allah menurunkan QS 24:62, memuji para Jihadis sejati dan menjanjikan pengampunaNya. Bagi yang munafik, Allah menurunkan QS 24:63-64, yang menyatakan bahwa Dia tahu apa yang mereka lakukan diam2. Setelah bekerja keras selama beberapa hari (yang lain mengatakan 8 hari), para Muslim yang fanatik menyelesaikan penggalian parit di sekeliling Medina, lebih awal dari kedatangan bala tentara Mekah. Sekarang mereka benar2 puas dengan parit yang baru saja digali atas usul Salman orang Parsi. Setiap keluarga mengakui bahwa Salman adalah bagian dari pihak mereka. Tentang hal ini, Muhammad berkata, “Salman adalah salah seorang dari kita semua, masyarakat dari sebuah keluarga (ahl al-bayt).”

Ahli sejarah Muslim, Tabari dan Ishak [Tabari vol. viii, p.8.9] mengisahkan cerita yang sukar dipercaya bahwa waktu parit digali, Allah memunculkan sebuah batu putih dari dasar parit. Muhammad dan Salman pergi de parit itu, lalu menghancurkan batu tersebut dengan kampaknya dan sebuah sinar memancar menyinari dua jalur menuju gunung2 hitam Medina! Muhammad menerangkan hal ini sebagai tanda dari Allah bagi kemenangan Muslim. Dia bahkan juga menyatakan bahwa kilau cahaya itu menyinari Byzantine dan kekaisaran Khusroo (Kaisar Persia), dan berarti dia (Muhammad) akan menang pula atas mereka. Bualan Muhammad ini membakar semangat para penggali lubang Muslim. Sekarang mereka yakin sekali bahwa Allah telah menjanjikan kemenangan bagi mereka. Kisah lain yang ajaib adalah bertambahnya persediaan makanan ketika jatah makanan tentara Muslim habis seperti yang dikatakan dalam Sahih Bukhari Volume 5, Book 59, Number 428. Untuk mempersingkat, kami tidak mengutip Hadis yang panjang ini. Sejak awal, para munafik merasa ragu atas pernyataan Muhammad dan mereka berusaha melemahkan moral para Jihadis yang fanatik. Akan hal ini, wahyu Allah turun dalam ayat QS 33:12 yang menyatakan pikiran rusak orang2 munafik.

Sekarang penggalian parit sudah selesai di hari ke-8 Dzul Kada (2 Maret, 626 M), dan tentara Medina berjaga-jaga di dalam parit. Rumah2 di luar kota dikosongkan dan penduduknya ditempatkan di tempat aman di atas rumah2 bertingkat duadi dekat parit yang baru saja digali. Selama proses pengosongan ini berlangsung, dilaporkan bahwa tentara Mekad sudah mencapai Uhud. Tentara Muhammad terdiri dari 3.000 prajurit dan ditempatkan di seberang jalan yang menuju Uhud, dengan posisi parit di depan mereka.

Bala tentara Mekah tadinya berkemah di Uhud dan karena tidak menjumpai perlawanan apapun, mereka dengan cepat bergerak ke jalan menuju Medina. Tak lama kemudian mereka tiba di dekat parit yang baru saja digali dan merasa kaget dengan siasat pertahanan Muhammad. Mereka tidak dapat mendekat ke pusat kota Medina. Jadi mereka mulai menyerang dengan panah dalam jarak tertentu.

Di lain pihak, Huyayy bin Akhtab, ketua dari kaum Yahudi Banu Nadir yang diasingkan, bertemu dengan Ka’b bin Asad, ketua kaum Yahudi Banu Qurayzah, untuk meminta Ka’b membatalkan perjanjian damai dengan Muhammad. Pada mulanya, Ka’b tidak mau menemui Huyayy, tapi akhirnya mau setelah Huyayy tanpa henti memohonnya.

Huyayy memberitahu Ka’b tentang bergabungnya tentara Quraish dan Ghatafan untuk menghadapi Muhammad sekali untuk selamanya dan membujuk Ka’b untuk membatalkan semua perjanjian dengan Muhammad. Dia minta Ka’b untuk mau melakukan itu, dan berjanji untuk memberikan dukungan yang teguh andaikata pihak Ghatafan dan Quraish mundur sebelum menghabisi Muhammad. Pada mulanya, Ka’b ragu2 atas permintaan Huyayy, tapi akhirnya setuju setelah Huyayy menjamin jika Ka’b menghadapi kesukaran, maka Huyayy akan bergabung dalam benteng Ka’b sehingga apapun yang terjadi pada Ka’b akan dihadapi Huyayy pula. Setelah itu Ka’b memutuskan untuk tidak melangsungkan perjanjian damai dengan Muhammad dan Huyayy masuk ke dalam benteng kaum Yahudi Banu Qurayzah untuk tinggal bersama mereka.

Ketika berita ini terdengar Muhammad, dia mengirim Jihadisnya yang dipercaya yakni Sa’d bin Muadh dan beberapa orang penting lain untuk memeriksa diam2 tentang perkembangan ini. Ketika Sa’d bertemu dengan Ka’b, dia (Ka’b) seketika menghentikan perjanjian dengan Muhammad. Dia menuntut pihak Muslim mengembalikan kaum Yahudi Banu Nadir ke tempat asal mereka di dekat Medina. Mendengar ini, Sa’d bin Muadh yang punya hubungan dekat dengan kaum Yahudi Banu Qurayzah memperingatkan mereka bahwa hal yang lebih jelek daripada yang terjadi dengan Banu Nadir mungkin akan terjadi atas Banu Qurayza jika mereka bersikeras untuk membatalkan perjanjian dengan kaum Muslim. Meskipun diancam keras oleh Sa’d bin Muadh, Ka’b tetap tidak merubah pendiriannya.

Maka dengan kecewa Sa’d bin Muadh kembali menghadap Muhammad dan menyampaikan berita jelek ini. Muhammad menganggap ini sebagai pengkhianatan dari pihak Banu Qurayzah dan Allah seketika menegaskan hal itu dengan ayat QS 33:20. Akan tetapi, perlu diingat bahwa Banu Qurayzah tidak wajib untuk menghormati perjanjian itu jika mereka tidak mau lagi, karena Muhammad di waktu lampau telah berkali-kali membatalkan perjanjian serupa. Lagi pula, kaum Yahudi Banu Qurayzah tidak pernah berencana untuk memerangi Muhammad. Mereka hanya tidak mau lagi berpihak pada Muhammad.

Ketika Muhammad mendengar apa yang disampaikan Sa’d bin Muadh, dia merasa gundah tapi tidak menunjukkan perasaannya dan berkata, “Tuhan Maha Besar! Bersukacitalah wahai orang2 Muslim!”[Tabari, vol. viii, p.16] Ini tentunya dilakukannya untuk membuat tentaranya tetap tenang dan terus bersemangat. Allah dengan cepatnya menurunkan ayat QS 33:10 yang berkata, “bahaya ganda (dari atas dan bawah) yang dihadapi kaum Muslim.”

Meskipun tidak menunjukkan kegelisahannya, Muhammad benar2 takut kalau kalah perang lagi. Dia terus merasa khawatir apabila paritnya dapat dilampaui dan kaum Yahudi akan menyerang dari belakang. Orang2 Medina sangat kecewa akan perkembangan ini. Banyak dari mereka yang memohon untuk diperbolehkan pergi untuk mengurus harta bendanya. Mereka menganggap Muhammad lemah dan tak berdaya, mempertanyakan pertolongan ilahi untuk dia dan meragukan janji2nya tentang kekayaan Khusroo dan Caesar. Sekarang mereka merasa takut dengan kemungkinan yang akan terjadi atas kota mereka. Banyak yang menyatakan tidak mau perang dengan menggunakan alasan bahwa rumah2 mereka terancam musuh di ayat QS 33:13.

Tentara sekutu Quraish dan tentara Muslim berdiam di posisi mereka selama 20 hari (yang lain menyebut sebulan) berhadapan satu sama lain, berseberangan dengan parit tanpa melakukan peperangan kecuali dengan meluncurkan panah satu sama lain.

Karena mulai merasa tidak sabar dengan keadaan yang berlarut-larut ini, Muhammad mencoba menyogok suku Ghatafan untuk meninggalkan medan tempur. Dia secara rahasia mengirim utusan kepada Uyanah bin Hisn, ketua kaum Ghatafan (atau Fazarah) dan menawarkan 1/3 panen kurma Medina jika dia mau menarik tentaranya meninggalkan medan tempur. Uyanah menunjukkan rasa tertarik untuk menerima bujukan itu dan menawar ½ hasil panen kurma. Akan tetapi ketika Muhammad menyampaikan permintaan tambahan bagian panen kurma dari Unayah ini kepada Banu Aws dan Banu Khazraj, kedua suku ini menolak dan tidak mau menawarkan apapun bagi Uyanah kecuali pedang bagi kaum Quraish dan sekutunya. Orang kepercayaan Muhammad Sa’d bin Muadh menentang tawaran Muhammad kepada kaum Ghatafan. Dia berjanji untuk tidak menawarkan apapun kecuali pedang dan berkata, “Rasul Allah, kita dan orang2 ini dahulu adalah orang2 pagan, mempersekutukan Tuhan dan menyembah berhala2, dan kita tidak menyembah atau mengenal Tuhan, dan mereka tidak berharap dapat sebuah pun dari kurma kita kecuali dalam keadaan damai atau karena membeli. Sekarang Tuhan sudah menyatakan Islam bagi kita, membimbing kita pada Islam, dan memperkuat kita melalui engkau, haruskah kita memberikan mereka kekayaan kita? Kita tidak perlu melakukan itu! Demi Tuhan, kita hanya akan menawarkan mereka pedang, sampai Tuhan menghakimi antara kita dan mereka.”[Tabari, vol.viii, p.17] Karena itu, Muhammad dengan ragu mengesampingkan keputusannya untuk menyogok Ghatafan.

Di lain pihak, bala tentara Quraish yang meskipun jumlahnya sangat besar itu merasa sangat frustasi dengan pertahanan kuat tentara Muslim. Ketika keadaan berhadap-hadapan ini semakin tidak tertahankan, beberapa orang Quraish, diantaranya adalah Ikrimah bin Abi Jahl (Abu Jahl dibunuh secara brutal di Badr), memerintahkan tentara sekutu untuk mempersiapkan diri untuk menyerang. Dengan perintah ini, mereka mulai maju dan ketika sudah dekat parit, mereka terhadang dengan pertahanan diri para Muslim dengan cara yang unik dan tidak pernah dilakukan sebelumnya di Arabia. Mereka lalu mengadakan serangan umum ke bagian parit yang tidak dijaga kuat. Ikrimah membersihkan bagian parit itu dan melompat ke depan menghadapi musuh. Diantara para Quraish yang menyebrangi parit adalah Amr bin Abd Wudd. Ibn Sa’d [Ibn Sa’d, vol.ii, p.83] melaporkan bahwa Amr berusia 90 tahun! Ali maju ke depan menghadapi musuh. Ketika melihat Amr, Ali mengajaknya untuk bergabung dengan Islam, tapi Amr tidak mau. Lalu Ali menantang Amr untuk bertarung, tapi Amr menjawab bahwa dia tidak ingin membunuh keponakannya (Ali adalah anak dari saudara laki Amr, yakni Abu Talib). Tapi Ali menunjukkan keinginan untuk membunuh Arm, pamannya sendiri. Mengetahui akan hal ini, Amr turun dari kudanya dan menyerang Ali.

Pertarungan terjadi antara Ali dan Amr, dan akhirnya Ali membunuh Amr. Para tentara kawan Amr yang lain jadi panik dan mulai bercerai-berai. Ali berhasil membunuh beberapa orang pagan, melukai parah seseorang yang berhasil meloncati parit, dan orang ini nantinya tewas karena lukanya di Mekah. Seorang pagan Quraish jatuh dalam parit pada saat berusaha untuk meloncatinya. Dia jatuh ke dalam parit yang dalam itu. Para tentara Muslim mengerubutinya dan merajamnya dengan batu. Ketika orang ini menjerit kesakita, Ali turun ke dalam parit dan memenggalnya. Tentara Muslim membawa mayat orang ini ke Muhammad, dan minta ijin darinya untuk menjual mayat itu. Tapi Muhammad melarangnya dan memerintahkan para Jihadisnya untuk melakukan apapun yang mereka maui atas mayat itu. Tidak ada keterangan apa yang dilakukan para Jihadis atas mayat orang pagan itu. Dilaporkan bahwa Wahsi sang budak Negro dengan lembingnya membunuh seorang Jihadis yang bernama al-Tufayl bin al-Numan dan Dirar ibn al-Khattab (saudara Umar?) membunuh seorang Muslim lain yang bernama Kab ibn Zayd.[Ibn Sa’d, vol.ii, p.84] Pihak Quraish tidak berusaha untuk terus menyerang menyeberangi parit pada hari itu, tapi mereka membuat persiapan di malam harinya. Keesokan paginya, mereka melakukan penyerangan besar, tapi serangan mereka tidak banyak memberi hasil. Mereka tidak dapat melampaui parit. Ketua Banu Aws yang bernama Sa’d ibn Muadah menderita luka parah di tangannya oleh panah. Dia bersumpah untuk membalas Banu Qurayzah, karena orang yang memanahnya bersahabat dekat dengan Banu Qurayzah. Pihak Quraish kehilangan tiga orang, sedangkan pihak Muslim lima orang.

Tentara Muslim tidak dapat sembahyang hari itu. Mereka terlalu sibuk berperang. Pada malam harinya, ketika pihak musuh kembali ke perkemahan mereka, pihak Muslim berkumpul dan mengadakan sembahyang khusus bagi mereka yang tidak sempat sembahyang.

Melalui tulisan2 Ibn Ishaq dan Tabari, bisa diketahui bahwa para wanita Arab saat itu tidak mengenakan Hijab (kerudung). Ketika perang Ahzab berlangsung sengit, Aisha ada di benteng Banu Haritha dan ibu Sa’d bin Muadh ada bersamanya. Aisha tidak mengenakan Hijab ketika Sa’d bin Muadh berjalan melewatinya, mengenakan baju kulit sehingga Aisha bisa melihat seluruh lengan Sa’d bin Muadh.[Ibn Ishaq, p.457, Tabari, vol. viii, p.19]

Selama masa pengepungan oleh tentara Quraish dan sekutu berlangsung, Muhammad semakin merasa perlu mencari jalan ke luar. Pada saat itu, seorang mata2/agen dobel (bekerja untuk kedua pihak yang bermusuhan) yang bernama Nuaym bin Masud dari Ghatafan menghadap Muhammad untuk menawarkan servisnya untuk memata-matai musuh Muhammad. Dia mengaku sudah memeluk Islam dan bisa memberi bantuan dengan menjadi agen dobel, untuk mengadu domba sekutu Quraish. Muhammad menerima tawaran Nuaym dan mengatakan padanya bahwa “perang adalah penipuan”. Dia berkata pada Nuaym, “Kamu hanyalah satu diantara kami semua. Buatlah mereka meninggalkan satu sama lain, jika kamu bisa, sehingga mereka meninggalkan kita, karena perang adalah penipuan.”[Tabari, vol. viii, p.23]

Ini Hadisnya yang menegaskan pandangan Muhammad bahwa perang adalah usaha penipuan:
Hadis Sahih Bukhari Volume 4, Book 52, Number 269:
Dikisahkan oleh Jabir bin 'Abdullah:
Sang Nabi berkata, "Perang adalah penipuan."

Hadis Sahih Sunaan Abu Dawud, Book 14, Number 2631:
Dikisahkan oleh Ka'b ibn Malik:
Ketika sang Nabi ingin pergi ke suatu tempat, dia selalu berpura-pura pergi ke tempat lain, dan dia akan berkata: Perang adalah penipuan.

Setelah mendengar perkataan Muhammad yang berpengaruh itu, Nuaym pergi ke Banu Qurayzah dan membujuk mereka untuk tidak percaya akan persekutuan antara Banu Quraish dan Banu Ghatafan. Dia berkata pada mereka jika pihak sekutu menang perang, maka mereka mungkin akan mengambil tanah milik Banu Qurayzah sebagai jarahan perang, tapi kalau Muhammad menang, maka pihak sekutu akan meninggalkan Banu Qurayzah, membiarkan mereka sendiri menghadapi tentara Muslim yang kuat.

Lalu Nuaym menasehati Banu Qurayzah untuk mengambil sandera dari pihak Quraish dan Ghatafan sebagai jaminan keamanan agar mereka mau membantu Banu Qurayzah menghadapi Muhammad. Ketua2 Banu Qurayzah merenungkan yang dikatakan Nuaym dan berpendapat bahwa itu sangat masuk akal.

Setelah bicara dengan kaum Yahudi Banu Qurayzah, Nuaym langsung menghadap tentara Quraish dan Ghatafan, dan mengumumkan bahwa dia telah meninggalkan Islam dan Muhammad dan berkata pada mereka bahwa kaum Yahudi Banu Qurayzah menyesal dengan apa yang mereka lakukan dan sekarang bergabung bersama Muhammad. Nuaym juga menambahkan bahwa Banu Qurayzah menawarkan Muhammad perjanjian bahwa sandera manapun yang mereka ambil dari suku Quraish dan Ghatafan akan mereka berikan pada Muhammad untuk dipancung dan Muhammad tentunya dengan senang hati akan memancung mereka. Berita ini membuat marah orang2 Mekah dan mereka percaya setiap kata yang diucapkan Nuaym. Sekarang rasa curiga tumbuh subur dalam pikiran mereka tentang Banu Qurayzah, dan mereka mengambil keputusan berdasarkan nasehat Nuaym untuk tidak memberikan sandera manapun yang diminta Banu Qurayzah dari mereka.

Pada hari Sabbath petang (yakni malam Jum’at, Sabbath adalah Sabtu menurut tradisi Yahudi), Abu Sufyan mengirim Ikrimah bin Abi Jahl dan sekelompok orang mengunjungi Banu Qurayzah untuk meminta kaum Yahudi ke luar dan melakukan perang bersama keesokan harinya (hari Sabtu). Kaum Yahudi menolak bertempur di hari Sabbath dengan mengatakan bahwa ketika mereka dulu melanggar tradisi larangan perang di hari Sabbath, mereka lalu dirubah jadi monyet dan babi.[Ibn Sa’d, vol.ii, p.85] Lagi pula, kaum Yahudi juga menuntut sandera dari kaum Quraish dan Ghatafan sebagai persyaratan untuk mau bersama-sama perang melawan Muhammad.

Ketika berita tentang permintaan sandera ini disampaikan kepada Abu Sufyan dan para pemimpin Ghatafan, mereka merasa kaget dengan tepatnya dugaan yang disampaikan oleh Nuaym. Pihak sekutu berkeputusan tidak mau memberikan satupun sandera untuk Banu Qurayzah dan ini pun disampaikan kepada kaum Yahudi Banu Qurayzah. Setelah mendengar ini, pihak Yahudi Banu Qurayzah merasa yakin bahwa pihak Quraish dan Ghatafan hendak memperdaya mereka andaikata nantinya mereka berhasil menaklukan pihak Muslim. Karena itu kaum Yahudi tidak mau ikut perang, kecuali ada sandera untuk jaminan bahwa pihak sekutu dan mereka menyampaikan keputusan ini pada kaum Quraish dan Ghatafan.

Mendengar ini, pihak sekutu tidak merasa senang. Persediaan makanan mereka mulai surut. Rencana mereka untuk menyerang pihak Muslim dari belakang kota dengan pertolongan Banu Qurayza jadi tidak jelas lagi. Setiap hari beberapa unta2 dan kuda2 mereka mati. Kesusahan mereka bertambah karena udara juga tidak nyaman. Udara dingin, berangin dan hujan terus menerpa perkemahan mereka. Angin keras menjadi badai, menerbangkan panci2 masak dan tenda2 mereka. Mereka menganggap udara jelek ini sebagai pertanda buruk dan mulai melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya. Dengan banyaknya masalah yang dihadapi, Abu Sufyan tiba2 mengambil keputusan untuk membongkar perkemahan dan pulang. Pembubaran pasukan ini dimulai oleh kaum Quraish dan diikuti kaum Ghatafan. Abu Sufyan naik untanya dan memimpin rombongan pergi meninggalkan daerah musuh. Tak lama kemudian, seluruh tentara Quraish menuju Mekah dengan menggunakan jalur melalui Uhud. Di pagi hari, tidak satupun tentara Quraish yang tampak. Seperti biasa, Muhammad mengaku bahwa Jibril telah membawa topan badai dan menyebabkan pihak sekutu Mekah melarikan diri. Ibn Sa’d menulis bahwa ketika Jibril bertemu Muhammad, Jibril berkata padanya, “O! Berbahagialah.” [Ibn Sa’d, vol.ii, p.88] Pesan dari Allah menegaskan hal itu (QS 33:9). Allah menengahi perang ini dengan memasukkan rasa teror dalam hati para kafir melalui angin yang dahsyat dan udara dingin yang menusuk.

Akan tetapi, alasan sebenarnya pihak Mekah meninggalkan medang perang sama sekali berbeda. Waktu itu adalah awal bulan Dzul Qaedah, yakni bulan pertama dari tiga bulan suci berdasarkan tradisi Arab dan tidak boleh melakukan perang di bulan2 suci ini. Pihak Mekah harus kembali dan menunaikan ibadah haji yang akan segera dimulai di Mekah. [Hamidullah, p.77]

Kabar bubarnya persatuan antara tentara sekutu dan Banu Qurayzah didengar Muhammad. Dia mengirim pengintai untuk mengetahui kegiatan musuh dengan menjanjikan orang ini surga dan jarahan perang andaikata dia kembali tepat waktu. Atas hal ini Hadis mengatakan:
Hadith Sahih Bukhari Volume 9, Book 93, Number 555:
Dikisahkan oleh Abu Huraira:
Rasul Allah berkata, "Allah menjamin (orang yang melakukan Jihad untuk Allah dan tidak ada yang ingin dilakukannya kecuali Jihad untuk Allah dan iman akan FirmanNya) bahwa Allah akan menerimanya di surga (mati sebagai martir) atau mengupahi dia dengan hadiah atau jarahan perang yang telah diterimanya dari tempat dia pergi.”

Muhammad harus menjanjikan surga bagi pengintainya karena tidak ada seorang pun yang bersedia jadi sukarelawan untuk mengunjungi perkemahan Quraish dan membawa kembali berita yang sebenarnya. Pada saat ini, rasa takut, lapar dan kedinginan dialami pihak Muslim dan mereka tidak punya keinginan untuk berperang. Sebenarnya, ketika tidak ada yang mau jadi sukarelawan, Muhammad memilih pengintai itu sendiri dan memerintahkannya untuk ke luar dan cari kabar yang sebenarnya. Pengintai itu ke luar dan melihat pembantu Allah (para malaikat) menghukum pihak Quraish dan Ghatafan dengan badai dan udara dingin.

Pengintai ini melihat keberangkatan Abu Sufyan dan pihak sekutu dan membawa berita gembira ini pada Muhammad. Muhammad sangat lega dengan kepergian pihak musuh. Tentara Muslim juga sangat bersukacita di pagi hari, mereka membubarkan tenda2 mereka dan kembali ke rumah2 mereka. Muhammad tidak mau mengejar tentara Quraish karena bertempur dengan mereka di tempat terbuka akan sangat riskan baginya. Tak lama kemudian dia mengatakan pada kaum Muslim bahwa Allah telah mengirim pesan untuk menyerang Banu Qurayza, dengan mengatakan bahwa Jibril datang padanya dengan menyaru sebagai Dihya, orang Kalbit. Segera Muhammad mengirim Bilal untuk mengumumkan ajakan atas seluruh kota untuk bersiap melakukan perang baru.

Setelah perang Parit selesai, Muhammad bersumpah untuk jadi semakin agresif dan menyerang duluan dan tidak bertahan. Ini Hadisnya yang menunjukkan Islam adalah agama yang menyerang dan tidak bertahan diri:

Hadith Sahih Bukhari Volume 5, Book 59, Number 435:
Dikisahkan oleh Sulaiman bin Surd:
Di hari Al-Ahzab (kumpulan keluarga) sang Nabi berkata, (Setelah perang ini) kita akan menyerang mereka (para kafir) dan tidak akan membiarkan mereka menyerang kita."
[Catatan: Hadis ini tidak akan dapat ditemukan dalam versi Sahih Al-Bukhari yang telah disensor dan “dibersihkan”, akan tetapi bisa didapat dalam kumpulan Hadis Sahih Bukhari asli Internet}

Teror Tiga Puluh Tiga
Pembantaian rasial atas kaum Yahudi Bani Qurayzah oleh Muhammad—February-March, 627

Setelah Muhammad meninggalkan medan perang parit di pagi hari dia kembali ke Medina, dan ketika dia sedang mencuci kepalanya di rumah Umm Salamah, yakni salah satu istri2nya, Gabriel datang padanya di siang hari dan memberi tahu dia bahwa perang belum selesai, dan Allah memerintah Muhammad untuk menyerang Banu Qurayzah. Dia berkata bahwa Gabriel datang dalam bentuk Dhiyah bin Khalifah al-Kalbi, seorang pedagang Medina yang ganteng dan kaya. Gabriel juga menyatakan dukungannya yang teguh kepada Muhammad dalam rencana serangan ini. Ditulis bahwa Gabriel datang naik kuda dan pakai sorban kain emas.[Ibn Sa’d, vol. ii, p.94]

Setelah mendengar petunjuk Gabriel, Muhammad meninggalkan sembahyang Asr (siang hari) dan memerintahkan para Jihadisnya untuk bergerak langsung ke wilayah Banu Qurayzah. Ali diperintahkan bergerak mendahului yang lain. Muhammad memerintahkan pengikutnya bahwa dalam perang, sembahyang dapat tidak dilaksanakan, karena perang seperti ini lebih penting daripada sembahyang. Dalam perjalanan, Ali mendengar orang2 bicara buruk dan mengejek Muhammad. Dengan rasa tidak senang, Ali menyampaikan hal ini kepada Muhammad. Muhammad menghibur Ali dengan mengatakan orang2 itu tidak akan berani menghinanya jika dia ada di hadapan mereka. Mendengar ini, Ali merasa puas dan dia kembali melakukan tugasnya. Di petang hari, tentara2 Muslim berbaris menuju perbentengan Banu Qurayzah yang terletak sejauh 3 mil sebelah tenggara Medina. Muhammad naik keledai, dan 3.000 tentara Muslim dengan 36 kuda mengikutinya. Sebuah tenda di halaman mesjid Medina didirikan sebagai tempat berteduh bagi Sa’d bin Muadh dan untuk merawat lukanya yang parah (lihat Teror 32).

Ketika Muhammad berada dekat benteng kaum Yahudi Banu Qurayzah, dia memanggil mereka sambil berteriak, “KAU SAUDAR2 KERA.” [Tabari, vol viii, p.28] Panggilan ini menjelaskan ayat2 QS 2:65, 5:60 dan 7:166, yang mengatakan Allah mengubah Yahudi jadi kera2. Jadi bagi Islam, kaum Yahudi dianggap kera2, dan ini dinyatakan oleh Allah, dan Muhammad menegaskan hal ini lagi dalam persengketaan dengan Banu Qurayzah. Ibn Sa’d menulis [vol.ii, p.95]: “O saudara2 monyet dan babi! Takutlah padaku, takutlah padaku.”

Masih belum puas dengan kata2 kutukan itu, Muhammad meminta penulis puisinya yakni Hassan bin Thabit untuk memakai bahasa makian bagi orang Yahudi melalui puisi. Ini Hadisnya yang menjabarkan isi pikiran utusan Allah:
Hadis Sahih Bukhari, Volume 5, Book 59, Number 449:
Dikisahkan ole Al-Bara,”Hina mereka (dengan puisimu), dan Gabriel ada bersamamu (yakni mendukungmu).” (Melalui kelompok orang lain yang menyampaikan hal ini) Al-Bara bin Azib berkata, “Pada hari pengepungan Quraiza, Rasul Allah berkata pada Hassan bin Thabit, “Hina mereka (dengan puisimu), dan Gabriel ada bersamamu (yakni untuk mendukungmu).”

Walaupun dicacimaki oleh Muhammad, kaum Yahudi Banu Qurayzah tetap sabar dan bersikap sopan terhadap Muhammad, dan memanggilnya dengan nama Abu al-Qasim (ayah dari Qasim, yakni anak Muhammad yang meninggal dunia). Percakapan ini terjadi diantara Muhammad dan kaum Yahudi Banu Qurayzah [ Tabari, vol.viii, p.28] :
Ketika Rasul Allah mendekati benteng mereka, dia berkata: “Kamu saudara2 monyet! Sudahkah Tuhan mempermalukanmu dan mengirimkan pembalasan padamu?” Mereka berkata, “Abu al-Qasim, kau bukanlah orang yang suka bertindak serampangan.”’

Kamu Muslim lalu menyerang kaum Yahudi dengan panah2 tapi tidak ada hasilnya. Seorang Muslim mendekati benteng tanpa menghiraukan bahaya dan dibunuh oleh seorang Yahudi yang melemparkan batu ke bawah sehingga menimpa orang itu. Muhammad lalu memerintahkan pengepungan atas kaum Yahudi. Sudah jelas bahwa Muhammad ingin melakukan pertumpahan darah untuk balas dendam dan tidak mau berunding dengan pihak Yahudi.

Setelah dikepung selama 25 hari, kaum Yahudi jadi gelisah, lelah dan takut akan nasib mereka. Mereka pun mulai terancam bahaya kelaparan. Dikatakan bahwa Allah, melalui tindakan terorisme Muhammad, menaruh teror dalam hati mereka. Diantara kaum Yahudi adalah Huyayy bin Akhtab (lihat Teror 32) yang memenuhi sumpahnya kepada Banu Qurayzah untuk menghadapi kemungkinan apapun, dan dia tidak ikut pergi bersama kaum Quraish dan Ghatafan, tapi tinggal bersama kaum Yahudi Banu Qurayzah. Karena tidak tahan melihat penderitaan kaum wanita dan anak2, maka Ka’b bin Asad, ketua Qurayzah, mengajukan usul pada orang2 Yahudi untuk memeluk Islam untuk menyelamatkan nyawa mereka. Hampir seluruh kaum Yahudi menolak usul itu demi agama nenek moyang mereka. Ka’b yang cemas mengajukan usul agar mereka membunuh kaum wanita dan anak2 mereka sendiri, lalu semua pria ke luar dan bertempur melawan Muhammad secara terbuka. Tapi kaum Yahudi tidak membunuh orang2 yang paling dikasihi dengan tangan mereka sendiri. Tidak mungkin bagi mereka untuk melakukan hal itu, lagipula mereka pikir apa artinya hidup tanpa istri2 dan anak2 mereka. Ka’b lalu mengajukan usul untuk menyerang Muhammad keesokan harinya, yakni hari Sabbath (Sabtu). Kaum Yahudi juga menolak untuk melakukan hal ini karena menghormati hari Sabbath.

Karena kaum Yahudi tidak dapat memutuskan nasib mereka, maka mereka mengirim seorang utusan kepada Muhammad, meminta agar Abu Lubabah bin Abd al-Mundhir, kawan mereka dari Banu Aws, dikirim kepada kaum Yahudi untuk berdiskusi dan memberi nasihat. Seketika setelah Lubabah tiba dalam benteng orang Yahudi, kaum wanita dan anak2 datang padanya dan memeluknya, memohon agar dia berbelas kasihan kepadanya. Abu Lubabah merasa sedih dan kasihan kepada mereka. Ketika mereka bertanya padanya apakah yang akan Muhammad jika mereka menyerah, Abu Lubabah membuat gerakan dengan tangannya seakan memotong tenggorokannya sebagai tanda bahwa Muhammad berpikir untuk membunuh mereka dan dia (Abu Lubabah) tidak dapat berbuat apapun akan hal itu.

Tabari menulis: [vol.viii, p.31]
‘Ketika mereka melihat dia (yakni Abu Lubabah), orang2 bangkit untuk menemuinya, dan kaum wanita dan anak menyerbu memeluknya, menangis di hadapannya, sehingga dia merasa iba atas mereka. Mereka berkata padanya, “Abu Lubabah, kau pikir kami harus menyerang pada Muhammad?” “Ya,” katanya, tapi dia menunjukkan tangannya ke arah tenggorokannya, yang berarti akan terjadi pembantaian.’

Haykal [The Campaign of Khandaq and B. Qurayzah] menulis bahwa kaum Yahudi mengira sekutu mereka yang dulu, yaitu suku al-Aws akan memberi perlindungan dan jika mereka mengungsi sendiri ke Adhriat di al Sham, Muhammad akan membiarkan mereka pergi. Jadi Banu Qurayzah mengirim usul untuk mengungsi dari daerah mereka dan pergi ke Adhriat. Muhammad dengan tegas menolak usul mereka dan bersikeras bahwa mereka harus tunduk pada keputusannya. Setelah menunjukkan kepada kaum Yahudi apa yang ada dalam pikiran Muhammad dengan memakai bahasa tangan, Abu Lubabah merasa bersalah karena telah membocorkan rahasia rencana Muhammad. Untuk membalas ‘kesalahannya’, dia langsung pergi ke mesjid dan mengikat dirinya sendiri dengan tali di salah satu pilar mesjid. Inilah pilar yang dikenal sebagai ‘pilar penyesalan’ atau ‘pilar2 Abu Lubabah.’ Allah mengutarakan ketidaksukaannya akan perbuatan Abu Lubabah di ayat QS 8:27. Ketika Muhammad mendengar apa yang telah Abu Lubabah lakukan, dia menunggu Allah untuk mengampuni Abu Lubabah. Abu tetap terikat di pilar selama 6 malam. Istrinya melepaskan ikatannya setiap kali dia mau sembahyang. Allah mengampuni Abu Lubabah dengan ayat QS 9:104. Jadi Muhammad pergi kepadanya saat sembahyang subuh dan melepaskan ikatannya. [Ibn Ishaq, p.463]

Karena merasa tidak punya pilihan lain, pada pagi harinya kaum Yahudi Banu Qurayzah menyerah pada Muhammad dan keputusannya. Kaum pria Yahudi dirantai dan ditempatkan di dalam benteng sampai ada keputusan tentang nasib mereka. Kaum Banu Aws punya hubungan baik dengan kaum Yahudi Banu Qurayzah. Mereka memohon belas kasihan Muhammad dan keputusan yang adil bagi sekutu mereka orang Yahudi. Akan hal ini, Muhammad mengajukan usul agar keputusan ditetapkan oleh Sa’d bin Muadh yang adalah ketua Banu Aws, yang sedang beristirahat karena lukanya yang parah di tenda di dekat Medina. Kaum Banu Aws dan Banu Qurayzah setuju atas usul Muhammad, dengan berharap agar Sa’d bin Muadh memberi ampun. Muhammad lalu mengirim beberapa orang Banu Aws untuk menjemput Sa’d untuk menyampaikan keputusannya. Dengan naik keledai, Sa’d tiba di tempat di mana 700-800 orang Yahudi dan banyak orang2 Banu Aws berdiri untuk mendengarkan keputusannya. Banyak orang2 Banu Aws yang meminta Sa’d untuk berbelas kasihan terhadap orang2 Yahudi. Sa’d lalu bertanya apakah mereka akan menerima keputusan apapun yang dia putuskan. Orang2 mengiyakan.

Lalu Muhammad bertanya Sa’d bin Muadh untuk mengutarakan keputusannya. Sa’d menjawab, “Aku putuskan bahwa para pria dibunuh, harta benda dibagi-bagikan, kaum wanita dan anak2 dijadikan tawanan.” Semua orang kaget mendengar keputusan berdarah ini kecuali Muhammad. Dia memuji Sa’d dengan mengatakan keputusannya adalah keputusan dari yang Maha Kuasa. Dia bersikap dingin dan tidak tergerak sedikitpun dan mengatakan lagi bahwa keputusan Sa’d adalah adil, katanya, ”Kau telah memutuskan nasib mereka dengan keputusan Tuhan dan keputusan RasulNya.” [Tabari, vol.viii, p.33] Perkataan Muhammad ini jelas menunjukkan bahwa dia memang ingin membantai orang2 Yahudi ini dengan darah dingin tanpa ampun.

Sahih Bukhari Volume 5, Book 58, Number 148:
Dikisahkan oleh Abu Said Al-Khudri:
Beberapa orang (yakni kaum Yahudi Bani bin Quraiza) setuju untuk menerima keputusan dari Sad bin Muadh sehingga sang Nabi menyuruh orang untuk menjemputnya (Sad bin Muadh). Dia datang naik keledai, dan ketika dia mendekati Mesjid, sang Nabi berkata, “Berdirilah bagi yang terbaik diantaramu.” Atau berkata, “Berdirilah bagi pemimpinmu.” Lalu sang Nabi berkata, “O Sad! Orang2 ini telah setuju untuk menerima keputusan darimu.” Sad berkata, “Aku memutuskan agar para prajurit mereka dibunuh dan anak2 dan kaum wanita mereka dijadikan tawanan.” Sang Nabi berkata,”Kau telah memberikan keputusan yang sama dengan keputusan Allah (atau keputusan Raja).”
[Catatan: Hadis ini tidak dapat dijumpai dalam kumpulan Sahih Bukhari yang telah “disetrilkan”, “dibersihkan”. Akan tetapi Hadis ini bisa dibaca di Original Sahih Al-Bukhari versi Internet]

Para wanita dan anak2 dipisahkan dari para suami dan saudara2 laki mereka, dan yang lain diawasi oleh Abdullah, seorang pelarian Yahudi. Semua harta benda milik Banu Qurayzah, unta2 dan ternak mereka dibawa sebagai jarahan perang untuk dibagi-bagikan diantara para Muslim. Air anggur dan cairan anggur yang diawetkan dibuang.

Setelah Sa’d bin Muadh menyampaikan keputusan akan pembantaian, kaum Yahudi Banu Qurayzah dibawa ke luar dari tempat tinggal mereka, para pria diikat tangannya di belakang punggung merek, dan kaum wanita dan anak2 dipisahkan dari kaum pria. Kaum pria di bawah pengawasan Mohammad ibn Maslama, pembunuh Ka’b ibn Ashraf, untuk dibawa ke Medina ke pekarangan milik anak wanita dari seorang Muslim fanatik yang bernama al-Harith sebelum pembantaian dilakukan. Sebuah parit panjang digali di daerah pasar Medina. Para tawanan dibawa ke sana, disuruh berlutut dan dipancung dalam kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 orang. Muhammad berada di sana untuk menyaksikan semua adegan pemancungan ini. Ali dan Zubayr memotong kepala2 orang2 Yahudi di hadapan Muhammad. Dengan mengutip tulisan Al-Waqidi, Tabari menulis:
“ … sang utusan Allah memerintahkan untuk menggali parit di atas tanah untuk Banu Qurayzah. Lalu dia duduk, dan Ali dan al-Zubayr mulai memancungi kepala2 mereka di hadapan Muhammad.” [Tabari, vol viii, p.41] Ibn Ishaq [p.464] menulis bahwa orang2 Yahudi dikelompokkan dan dihadapkan Muhammad untuk dipancung di depannya.

Tabari lebih lanjut menusli: [vol viii, pp.35-36]
“Rasul Allah ke luar menuju pasar Medina dan memerintahkan penggalian parit. Lalu dia memerintahkan orang2 Yahudi dibawa ke situ untuk dipancung di atas parit. Mereka dibawa ke hadapan mereka dalam kelompok2. Diantara mereka adalah musuh Allah, yakni Huyayy bin Akhtab dan Ka’b bin Asad, yakni ketua Banu Qurayza. Jumlah mereka adalah 600-700, yang lain menulis 800-900. Tatkala mereka dibawa dalam kelompok menghadap utusan Tuhan, mereka berkata kepada Ka’b bin Asad, “Ka’b, apa yang kau mengerti. Tidakkah kau melihat tidak ada yang dibebaskan dan siapa yang diambil tidak akan kembali? Demi Tuhan, ini adalah kematian!” Proses pemancungan berlangsung terus sampai Rasul Allah selesai menyaksikan semuanya.”

Sir William Muir [vol. iii, p.276] menuliskan adegan pemancungan yang mengerikan ini sebagai berikut:
“Orang2 dijejerkan di sebuah halaman yang tertutup, pada saat kuburan atau parit2 digali untuk mereka di pasar utama kota. Ketika parit2 sudah selesai digali, Mahomet sendiri menjadi saksi tragedi ini, dia memerintah para tawan dibawa ke hadapannya dalam kelompok 5 – 6 orang. Setiap kelompok diperintahkan untuk berlutut di tepi parit yang ditakdirkan untuk jadi kuburan mereka, dan lalu mereka dipancung. Kelompok demi kelompok dibawa ke luar, dipancung dengan darah dingin, sampai mereka semua habis dibantai. Seorang wanita juga dipancung, karena dialah yang melempar batu di saat perang.”

Kejadian yang mengenaskan terjadi ketika Huyayy bin Akhtab, ketua kaum Yahudi Banu Nadir yang diasingkan, dibawa ke tempat pemancungan. Tabari menuliskan pemancungan atas dirinya sebagai berikut:
‘Huyayy bin Akhtab, musuh Tuhan, dibawa ke luar. Dia mengenakan baju berwarna merah yang robek2 sehingga tidak bisa diambil sebagai barang jarahan, dan tangannya terikat dengan tali di sekitar lehernya. Ketika dia melihat Rasul Allah, dia berkata, “Demi Tuhan, aku tidak menyalahkan diriku karena memusuhimu, tapi barang siapa yang meninggalkan Tuhan akan ditinggalkan.” Lalu dia berpaling menghadap rakyatnya dan berkata, “Wahai orang2, tidak ada yang cacat dalam perintah Tuhan. Itu tertulis dalam buku Tuhan (Taurat), PenghakimanNya, dan perang dengan pembantaian besar2an terhadap Anak2 Israel.” Lalu dia duduk dan dipancung.”

Hanya satu wanita dari Banu Qurayzah dibunuh. Dia adalah istri Hasan al-Qurazi dan bersikap ramah terhadap Aisyah. Aisyah mengisahkan tentang pemancungan itu sebagai berikut:

Hadis Sahih Abu Daud, Book 14, Number 2665:
Dikisahkan Aisha, Ummul Mu'minin:
Tidak ada wanita Banu Qurayzah yang dibunuh, kecuali seorang. Dia ada bersamaku, bicara dan tertawa terbahak-bahak, ketika Rasul Allah membunuhi orang2nya (wanita itu) dengan pedang. Tiba2 seorang pria memanggil namanya: “Di mana si ini dan itu?” Dia berkata: “Aku di sini.” Aku bertanya:”Ada apa denganmu?” Dia berkata:”Aku berbuat sesuatu.” Orang yang lalu membawanya pergi dan memancungnya. Aku tidak akan pernah lupa bagaimana dia tertawa terpingkal-pingkal meskipun dia tahu dia akan dibunuh.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, wanita Yahudi malang ini membunuh satu tentara Muslim dengan melemparkan batu ke atas kepalanya sewaktu Rasul Allah mengepung benteng Banu Qurayzah. Ada pula kisa seorang Yahudi tua bernama Az-Zabir. Az-Zabir menyelamatkan nyawa seorang Muslim yang bernama Thabit bin Qays di perang Bu’at. Sekarang ketika giliran Az-Zabir akan dipancung. Thabit bin Qays meminta Muhammad untuk menyelamatkan nyawa orang tua ini dan keluarganya sebagai balas budi. Muhammad ragu2 tapi mengabulkan permintaan ini. Az-Zabir lalu menanyakan Thabit bin Qays tentang nasib ketua2 Yahudi seperti Ka’b b. Asad dan Huayy b. Akhtab, karena Az-Zabir lebih memilih mati daripada hidup tanpa mereka. Az-Zabir berkata, “Kalau begitu aku meminta padamu sebagai balas jasa pertolonganku padamu agar aku bisa bergabung dengan orang2 dari sukuku, karena demi Tuhan, tiada lagi gunanya hidup ini tanpa mereka semua. Aku tidak akan menunggu dengan sabar akan (waktu) Tuhan, tidak pula akan menunggu waktu (yang dibutuhkan) ember penuh selesai diisi air, sampai aku bertemu dengan orang2 yang kukasihi.” [Tabari, vol.viii, p.37]

Maka Thabit membawanya ke muka dan Az-Zabir pun dipancung. Ketika Abu Bakr mendengar apa yang dikatakan orang tua itu sebelum dipancung, dia berkata, “Dia akan bertemu mereka semua, demi Tuhan, di Gehenna (neraka), tempat mereka tinggal untuk selama-lamanya.”

Muhammad memerintahkan semua pria Yahudi yang sudah punya bulu kemaluan untuk dibunuh. Seorang anak laki Yahudi minta perlindungan kepada seorang wanita Muslim yang bernama Salma binti Qays. Salma minta agar Muhammad mengampuni anak Yahudi ini. Dikabarkan bahwa Muhammad mengabulkan permintaannya.

Hadith Sahih Sunaan Abu Dawud Book 38, Number 4390:
Dikisahkan oleh Atiyyah al-Qurazi:
Aku termasuk diantara tawanan Banu Qurayzah. Mereka (orang2 Muslim) memeriksa kami, dan orang2 yang sudah tumbuh bulu kemaluannya dibunuh, dan yang belum tidak dibunuh. Aku ada diantara mereka yang belum tumbuh bulu kemaluannya.

Mohon diingat bahwa pengisah Hadis ini , Atiyyah al-Qurazi, mungkin adalah adik laki yang masih sangat muda dari Hasan al-Qurazi, orang Yahudi yang dipancung.

Setelah selesai memancung semua pria dewasa kaum Yahudi Banu Qurayzah, sang Nabi yang penuh pengampunan ini lalu menyibukkan dirinya dengan membagi-bagi barang jarahan milik orang Yahudi. Dia membagi-bagi kekayaan, para istri dan anak2 Banu Qurayzah diantara para pengikutnya. Tidak perlu diceritakan lagi bahwa tentunya dia tidak lupa akan Khums (seperlima barang jarahan) bagi dirinya sendiri.

Aturan pembagian barang jarahan sedikit berubah. Pengendara kuda menerima tiga upah: dua untuk kudanya dan satu untuk pengendaranya. Jihadis yang jalan kaki dan tidak punya kuda menerima satu upah. Dari barang jarahan pertamalah upah2 dibagikan dan Khums diambil. Ini menyederhanakan aturan pembagian barang jarahan (fai) yang kemudian diterapkan dalam penjarahan2 selanjutnya. Terdapat 36 pasukan berkuda dalam serangan ini. Jika seseorang punya lebih dari dua kuda, dia tidak akan menerima upah lebih daripada pemilikan dua kuda.
[Catatan: Fai adalah jarahan yang diambil dari daerah yang tunduk kepada Islam tanpa perlawanan. [Hughes Dictionary of Islam, p.114]]

Setelah membantai semua pria dewasa Yahudi, Muhammad mengirim Sa’d bin Zayd al-Ansari dengan beberapa tawanan (wanita dan anak2) dari Banu Qurayzah ke Najd untuk menjual para tawanan ini di pasar budak. Meskipun tidak diketahui dengan persis berapa harga seorang budak wanita saat itu, Ibn Sa’d [Ibn Sa’d, vol.i, p.591] menulis bahwa Khadijah, istri pertama Muhammad, membeli seorang budak baginya yang bernama Zayd bin Haritha (yang nantinya jadi anak angkat Muhammad, tapi istrinya (Zainab) dinikahi Muhammad) seharga 400 Dirham di pasar budak di Ukaz, Mekah. Di Sunan Abu Daud kita baca bahwa harga seorang budak muda (laki atau wanita) berkisar dari 500 sampai 800 Dirham, atau sekitar 30 juta rupiah (lihat Sunan Abu Daud nomer 3946 dan 4563). Kalau dikalikan dengan jumlah budak wanita dan anak2, misalnya 1.000 orang, maka harga total adalah Rp 30.000.000.000 (30 Milyar). Ini adalah uang yang besar sekali bagi para teroris di jaman itu. Dari uang penjualan budak ini, Muhammad membeli kuda2 dan persenjataan perang. Diantara para tawanan wanita, Muhammad menemukan seorang gadis yang sangat cantik yang bernama Rayhanh binti ‘Amr dan Muhammad mengambil gadis ini sebagai gundiknya. Dikatakan bahwa Muhammad menawarkan Rayhanh untuk jadi istrinya dengan memeluk Islam, tapi dia tidak mau. Dia memilih untuk tetap jadi gundik saja daripada jadi Muslim.

Rayhanh berkata, “Rasul Allah, lebih baik aku jadi gundikmu, karena ini lebih mudah bagiku dan bagimu.” [Tabari, vol.viii, p.39] Muhammad sangat sedih ketika Rayhanh menolak Islam dan lebih memilih tetap sebagai orang Yahudi. Beberapa biografer lain menulis bahwa akhirnya Rayhanh memeluk Islam.

Penjabaran tentang kekejaman Muhammad dan nafsunya akan daun muda ditulis oleh Sir William Muir sebagai berikut:
‘Setelah memuaskan dendamnya, dan membanjiri pasar dengan darah 800 orang korban, dan memerintahkan agar parit ditutup dengan tanah, Muhammad meninggalkan ladang pembantaian untuk menghibur dirinya sendiri dengan kejelitaan Rihana, yang suami dan sanak saudara prianya baru saja dipenggal hari itu. Dia mengajaknya (Rihana) untuk jadi istrinya, tapi dia menolak, dan lebih memilih untuk tetap (memang setelah menolak untuk dinikahi, Rihana tidak punya pilihan lain kecuali) jadi budak atau gundiknya. Rihana juga menolak untuk melakukan Shahadat dan tetap memeluk agama Yahudinya, dan ini membuat sang Nabi sangat gundah. Akan tetapi dikatakan di kemudian hari, Rihana akhirnya mau memeluk Islam. Dia hidup bersama Muhammad sampai dia (Muhammad) mati.’ [Muir, vol.iii, p.278]

Setelah menyampaikan keputusannya, Sa’d dibawa kembali naik keledai ke tendanya. Lukanya sangat parah. Dia berbaring menunggu kematiannya. Muhammad segera datang menjenguknya. Dia berdoa pada Allah untuk menyelamatkan nyawa Sa’d. Tapi kali ini Allah tidak menjawab doanya. Tak lama kemudian, Sa’d mati. Mayatnya dibawa ke rumahnya dan setelah sembahyang maghrib, dia dikuburkan. Tandu jenazahnya terasa ringan saat diangkat. Muhammad mengaku bahwa para malaikat mengangkat tandu jenazah Sa’d.

Jibril mengatakan pada Muhammad bahwa Sa’d sudah berada di surga [Ibn Ishaq, p.469], dan berkata bahwa takhta Allah bergetar saat Sa’d mati. Kita baca Hadisnya:
Hadis Sahih Bukhari, Volume 5, Book 58, Number 147:
Dikisahkan oleh Jabir:
Aku mendengar sang Nabi berkata, “Takhta (Allah) bergetar pada saat kematian Sad bin Muadh." Melalui kelompok penulis lain, Jabir menambahkan, “Aku mendengar sang Nabi berkata, “Takhta yang Mulia bergetar karena kematian Sa’d bin Muadh."

Apakah yang Muhammad lakukan atas tanah2 kaum Yahudi Banu Qaynuqa, Banu Nadir, dan Banu Qurayzah? Dia menggunakan jarahan dari tanah Banu Qurayzah dan Banu Nadir untuk mengembalikan pemberian (utang) yang diterimanya dari kaum Ansar di Medina. Dia memberikan sebagian jatah jarahannya kepada Umm Ayman, budak wanita yang mengurusnya saat dia masih bayi.
Hadis Sahih Muslim, Book 019, Number 4376:
Telah dikisahkan oleh Anas bahwa (setelah hijrah ke Medina) seseorang memberi sang Nabi beberapa kurma hasil dari kebunnya sampai tanah2 Quraiza dan Nadir ditaklukkan. Lalu dia mulai mengembalikan apapun yang diterimanya. (Karena itu) orang2ku mengatakan padaku untuk menemui Rasul Allah dan meminta bagian dari apa yang didapatnya dari para pengikutnya, tapi Rasul Allah menganugerahkan pohon2 kurma itu untuk Umm Aiman. Lalu aku datang menghadap sang Nabi dan dia memberikannya kembali padaku. Umm Aiman juga datang pada saat itu. Dia menaruh kain di sekeliling leherku dan berkata, “Tidak, demi Alah, kita tidak akan memberikan padamu yang telah dia (Muhammad) berikan padaku.” Sang Nabi berkata, “Umm Aiman, biarkan dia memilikinya dan untukmu adalah pohon2 yang ini dan itu sebagai gantinya.” Tapi dia berkata, “Demi Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Tidak, tidak akan pernah.” Sang Nabi terus berkata, “(Kamu akan mendapat) ini dan itu” sampai dia (Umm Aiman) mendapat 10 kali lebih banyak daripada pemberian awal.

Muhammad sekarang menjadi amat kuat secara militer dan menjadi warlord (pemimpin militer suatu daerah) di Jazirah Arabia. Tidak perlu dikatakan lagi, ini semua adalah hasil siasat terornya.

Silakan baca versi Islam tentang pembantaian kaum Yahudi Bani Qurayzah:
[ http://forum.bismikaallahuma.org/viewtopic.php?t=956 ]

Teror Tiga Puluh Empat
Perampokan Atas al-Qurata di Dariyaah oleh Muhammad ibn Maslama--July, 627 M

Para pembaca mungkin ingat nama Muhammad ibn Maslama. Dia adalah pembunuh yang disewa untuk membunuh Ka’b bin al-Ashraf, penulis puisi Yahudi (lihat Teror 17). Sejak itu, Muhammad ibn Maslama jadi orang yang sangat spesial bagi Muhammad, sang utusan Allah. Kapanpun Muhammad butuh orang untuk melakukan pembunuhan, dia (Muhammad ibn Maslama) adalah orang yang paling dipercaya untuk melaksanakan tugas pembunuhan. Setelah puas atas kemampuan Muhammad ibn Maslama dalam melaksanakan tugas Islam yang sempurna (via teror), maka Muhammad sang Rasul Allah mengambil keputusan untuk menugaskannya melakukan pekerjaan yang lebih menantang dan lebih menguntungkan, yakni (apa lagi kalau bukan) melakukan penjarahan atau Ghanimah.

Maka dia mengirim Muhammad ibn Maslama, sang pembunuh bayaran, untuk mengepalai 30 Jihadis [Mubarakpuri, p.382] untuk mengepung dan merampok al-Qarata, cabang dari suku Kilab yang tinggal di tempat bernama Dariyyah, sekitar 50 atau 60 mil dari Medina. Muhammad ibn Maslama berangkat di malam hari, bersembunyi di siang hari, dan ketika tiba di Dariyyah, dia menyerang suku al-Qurata secara tiba2, mengakibatkan kepanikan dan teror diantara masyarakat suku tersebut. Dalam perampokan ini, pihak Muslim membunuh 10 orang sedangkan yang lain melarikan diri tanpa melawan. Barang jarahannya besar jumlahnya: 150 unta dan 3.000 kambing ditambah harta benda rumah tangga. Muhammad ibn Maslama terus melaksanakan penjarahan sampai 19 hari, lalu dia kembali ke Medina membawa barang jarahan. Muhammad sang Rasul Allah mengambil bagiannya (Khums, seperlima barang jarahan) dan membagi-bagikan sisanya diantara pengikutnya. Seekor unta berharga sama dengan 10 kambing. Pihak Muslim juga membawa seorang tawanan yang merupakan murid Musaylamah, saingan Muhammad yang juga mengaku sebagai utusan Allah. Muhammad sang Rasul Allah menuduh tawanan ini bekerja sama dengan Musaylamah untuk membunuhnya. Dikatakan bahwa kemudian orang ini akhirnya memeluk Islam. [Mubarakpuri, p.382]

Teror Tiga Puluh Lima
Serangan Pertama Atas Banu Thalabah di Dhu al-Qassah oleh Muhammad ibn Maslama—July, 627 M

Setelah sukses melakukan beberapa perampokan, unta2 milik Muhammad jadi bertambah banyak sekali. Dia mengirim unta2 ini untuk merumput di dekat daerah Hayfa, [Ibn Sa’d, vol.ii, p.106] tempat yang jauhnya sekitar 7 mil dari Medina yang punya ladang rumput yang subur. Karena kemarau terus-menerus di daerah sekitarnya, suku Banu Thalabah, yang merupakan bagian dari suku Ghatafan, tampaknya ingin mencuri unta2 Muhammad. Muhammad merasa curiga atas orang2 dari suku Thalabah, dan dia mengirim letnannya yang terpercaya, Muhammad ibn Maslama dengan 10 orang untuk merampok di daerah Dhu al-Qassah tempat tinggal Banu Thalabah. Mereka melakukan perjalanan di malam hari dari Medina. Orang2 Banu Thalabah sudah mendengar akan rencana penyerangan ini, jadi mereka bertiarap di tanah menunggu tentara Muslim. Ketika akhirnya Muhammad ibn Maslama dan tentaranya tiba di daerah tujuan, 100 orang Banu Thalabah menyerang mereka pada saat tentara Muslim sedang bersiap-siap untuk tidur. Setelah pertempuran singkat, orang2 Banu Thalabah berhasil membunuh semua tentara Muhammad ibn Maslama. Dia sendiri terluka parah di pergelangan kakinya dan dia tidak bisa bergerak. Dia ditinggalkan di tempat itu untuk mati. Seorang Muslim yang kebetulan lewat tempat itu menemukannya dan membantunya kembali ke Medina.


Teror Tiga Puluh Enam
Serangan Kedua Atas Banu Thalabah di Dhu al-Qassah oleh Ubayda b. al-Jarrah—August, 627M

Ketika Muhammad sang Rasul Allah mendengar tentang peristiwa ini (Teror 35), dia segera mengirim 40 tentara bersenjata lengkap di bawah pimpinan Abu Ubayda bin al-Jarrah untuk menghukum orang2 Bani Thalabah. Kelompok tentara ini tiba di Dhu al-Qassah sebelum subuh. Begitu sampai, mereka segera menyerang penduduk suku itu yang akhirnya melarikan diri ke gunung2. Tentara Muslim mengambil ternak2, pakaian2 mereka dan menangkap seorang tawanan. Mereka membawa barang jarahan kepada Muhammad. Setelah mengambil bagiannya, dia membagi-bagikan sisanya kepada para pengikutnya. Tawanan itu akhirnya memeluk (mungkin dengan paksa) Islam dan Muhammad membebaskannya.


Teror Tiga Puluh Tujuh
Perampokan Atas Banu Asad di al-Ghamr oleh Ukkash b. Mihsan—August, 627M

Muhammad mengirim 40 Jihadis di bawah pimpinan Ukkash bin Mihsan untuk menjarah daerah al-Ghamr (dekat perbatasan Syria), daerah mata air milik Banu Asad. Ketika Ukkash tiba di daerah itu, masyarakat Banu Asad sudah melarikan diri. Para Jihadis merampas ternak mereka, termasuk 200 ekor unta dan membawanya ke Medina. Mereka juga menangkap seorang pengintai yang kemudian mereka bebaskan.

Teror Tiga Puluh Delapan
Penyerangan Kedua Atas Banu Lihyan di Ghiran by Muhammad —September, 627M

Enam bulan setelah pembantaian Banu Qurayza, Muhammad pergi untuk membalas dendam kepada kaum Banu Lihyan yang membunuh orang2nya yakni Khubayb bin Adi dan Zayd bin al-Dathinnah (lihat Teror 25) di al-Rajii. Setelah dapat bertahan di perang Parit dan membersihkan ras Yahudi Banu Qurayzah, Muhammad merasa dia kuat secara militer untuk melakukan pembalasan dendam atas suku ini.

Dia memilih 200 tentara berunta dan berkuda. Untuk menipu dan mengadakan serangan mendadak yang mengejutkan musuh, dia pura2 bergerak ke utara ke arah Syria. Setelah bergerak sebentar ke arah utara dan ketika dia sudah merasa aman bahwa baik pihak Quraish atau daerah tetangga tidak sadar akan tujuan aslinya, dia tiba2 bergerak ke arah kiri dan menuju jalur langsung ke Mekah yang akhirnya ke kota Ghiran, tempat tinggal suku Banu Lihyan. Tapi masyarakat Banu Lihyan sudah tahu niat Muhammad, dan begitu mereka melihat tentara Muslim, mereka melarikan diri ke puncak2 gunung sambil membawa ternak mereka untuk menghadapi tentara Muslim. Muhammad mengirim orang2nya untuk melacak jejak masyarakat Banu Lihyan, tapi tidak dapat menemukan apa2.

Setelah gagal menyerang Banu Lihyan secara tiba2 dan teror, Muhammad merasa frustasi. Supaya perjalanan tidak sia2, dia pikir dia perlu menakut-nakuti orang2 Mekah dengan mendekati Mekah dan memamerkan kekuatan militernya yang baru. Lalu dia pergi dengan 200 tentaranya dan berhenti di Usfan. Di Usfan, dia mengirim 2 tentara berkuda menuju Mekah. Mereka tiba di Kuraul Ghamin dan lalu kembali ke Usfan. Kemudian Muhammad balik ke Medina. Ibn Sa’d [Ibn Sa’d, vol.ii, p.97] menulis bahwa Muhammad mengirim Abu Bakr dan 10 tentara berkuda ke Mekah untuk meneror mereka.


Teror Tiga Puluh Sembilan
Perampokan Atas Unta Perah Milik Muhammad di al-Ghabah oleh Uyana b. Hisn—September, 627M

Beberapa hari setelah Muhammad kembali ke Medina setelah gagal merampok Banu Lihyan, sekelompok orang bersenjata Ghatafan dipimpin oleh Uyanah bin Hisn menyerang daerah pinggir kota. Mereka merampok [Ibn Sa’d, vol.ii, p.99] 20 unta perah milik Muhammad yang sedang merumput di daerah al-Ghabah. Mereka juga membunuh gembala unta dan mengambil istrinya sebagai tawanan. Seorang Muslim bernama Amr ibn al Akwa melihat perampokan ini dan dibawanya unta2 tsb. Dia menembakkan panah2 pada mereka dan minta pertolongan. Muhammad mendengar permintaan tolongnya yang menyiagakan orang2 Medina.


Teror Empat Puluh
Penyerangan Kedua Atas Ghatafan di Dhu Qarad oleh Sa’d b. Zayd/Muhammad—September, 627M

Ketika Muhammad mendengar untanya dirampok di al-Ghabah oleh Uyanah bin Hisn, dia segera mengirim 500 tentara di bawah pimpinan Sa’d bin Zayd untuk mencari dan menghabisi Uyanah bin Hisn dan orang2nya. Dia mengatakan pada mereka bahwa dia akan menjumpai mereka tak lama kemudian. Tentara Muslim berjumlah jauh lebih banyak daripada para perampok. Mereka mengejar dan mendapatkan para perampok sedang beristirahat di lembah Dhu Qarad. Setelah satu atau dua hari, Muhammad menyusul orang2nya dan berhenti di lembah Dhu Qarad untuk bergabung dengan para tentara Muslim. Setelah itu mereka menyerang orang2 Banu Ghatafan dan membunuh beberapa perampok dan mendapatkan kembali unta2 mereka. Di pertempuran ini, anak Uyanah yang bernama Abd al-Rahman dibunuh. Tentara Muslim hanya kehilangan seorang tentara. Dia adalah anak laki Abu Dhar Ghifari, salah satu panglima perang Muhammad yang paling dipercaya. Tentara Muhammad mengejar para perampok sampai jauh ke Khaybar. Setelah menang bertempur, mereka membebaskan tawanan wanita dan mengambil persenjataan kaum perampok sebagai barang jarahan. Kemudian Muhammad tinggal di Dhu Qarad selama sehari semalam, dan lalu kembali ke Medina dengan unta2 yang berhasil dirampas kembali.