MEMBEDAH ASAL USUL QURAN

MEMBEDAH ASAL-USUL
AL-QURAN

Dari Buku:

The Origins of the Koran,
Classic Essays on Islam’s Holy Book

- Editor Ibn Warraq -

(Prometheus Books)


Pendahuluan

Gambaran umum jihadis dgn pedang di satu tangan dan Quran di tangan lainnya agak sulit dalam realita karena Muslim dilarang memegang Quran pd tangan kiri. Tingginya pemujaan mereka pada Quran mirip dgn pemujaan pada berhala. Kata Guilamme, ‘Quran adalah yang paling suci diantara yang tersuci. Quran tidak boleh diletakkan dibawah buku lain, selalu diatas, dilarang merokok saat pembacaan Quran yg harus didengarkan secara khusuk, dalam kesunyaituan. Quran bagai jimat melawan penyakit dan musibah.”

Bagi kita, mempelajari Quran menuntut kita utk dapat membedakan fakta sejarah dari sikap teologis. Kita disini hanya peduli dgn kebenaran rasional berdasarkan pengujian ilmiah. "Investigasi Kritis terhdp teks Qu’ran merupakan ilmu yang masih bayaitu," tulis pakar Islam, Arthnur Jeffery thn 1937. Pada thn 1977 John Wansbrough melihat bahwa "Quran tidak mengenal analisa dan kritik spt yg sering diterapkan pada Injil.”

Thn 1990, 50 tahun setelah keluhan Jeffery itu, situasinya masih tetap sama, spt dijelaskan oleh Andrew Rippin:
Saya sering bertemu orang yg pernah belajar ttg Kitab Yahudi atau Injil Kristen yang kemudian ingin mempelajari Islam. Mereka sering mengungkapkan keheranan atas kurangnya pemikiran kritis yg nampak dlm buku-buku ttg Islam. Pendapat bahwa "Islam lahir dari sejarah yg tercatat secara jelas" diterima begitu saja oleh penulis.

Tapi bagi siswa yg mahir dgn pendekatan dgn cara kritik narasumber, komposisi formula, analisa bahasa dan struktur --yg biasanya diterapkan dlm studi Yudaisme atau Kristen-- kenaïfan dlm mempelajari sejarah Islam ini menunjukkan bahwa Islam memang ditangani dgn cara yang kurang akademis.

Pertanyaan-pertanyaan ttg Quran yg ingin dijawab oleh penyaitudikan kritis adalah :

1. Bagaimana Quran sampai ke tangan kita? —Bagaimana Quran disusun dan disebarkan?

2. Kapan dan siapa yg menulisnya?

3. Apa sumber-sumber Quran dan bagaimana itu didapat? Dari mana asal cerita, legenda dan prinsip-prinsip yg tertuang dlm Quran?

4. Otentisitas Quran, bisa dibuktikan atau tidak?

Menurut tradisi, Quran disampaikan kpd Muhamad oleh malaikat secara bertahap sampai kematian Muhamad pd thn 632M. Tidak jelas seberapa banyak dari Quran yg ditulis saat kematiannya, tapi nampaknya tidak ada satu manuskrip-pun yg berisi kesemua wahyu-wahyu yg diturunkan padanya. Namun ada tradisi yg mengatakan bahwa nabi mendikte bagian-bagian tertentu kpd sekretaris (juru tulis)-nya.

Koleksi Abu Bakr

Mulai dari sini, kesaksian tradisi menjadi semakin membingungkan; malah, tidak ada satu tradisi yg pasti. Yang ada adalah beberapa versi yg saling bertentangan.

Menurut salah satu versi, selama kalifah pendek Abu Bakr (632-634), Umar, yg menggantikannya pd thn 634, menjadi khawatir karena begitu banyak Muslim yg tahu (hapal) Quran telah tewas pada Pertempuran Yamama, di Arab Pusat. Utk menghindari hilangnya bagian-bagian Quran itu utk selama-lamanya perlu dibuatkan suatu koleksi (mushaf) lengkap. Abu Bakr akhirnya menyetujui proyek itu dan meminta Zayd ibn Thnabit, mantan sekretaris nabi, utk melakukan tugas berat ini. Jadi Zayd mulai mengumpulkan bagian-bagian Quran yg tercerai berai yg dicatat pada "papirus, batu ceper, daun palm, tulang dan kulit hewan dan papan kayu, juga dari hati manusia." Zayd lalu meng-copy-nya pada lembar-lembar daun (bhs Arab: suhuf). Begitu komplet, Quran diserahkan kpd Abu Bakr, dan pada kematiannya diserahkan kpd Umar, dan setelah ia mati diwariskan kpd puteri Umar, Hafsa.

Namun ada juga beberapa versi ;
- Abu Bakr-lah yg memiliki ide membuat koleksi itu;
- Ali, kalif keempat, dan pendiri aliran Shi’ah yg punya ide;
- Malah ada versi-versi lain yg sama sekali tidak menyertakan Abu Bakr.

Nah, lalu orang mulai bertanya apakah tugas sulit ini bisa diselesaikan dalam hanya dua tahun. Lagipula, tidak mungkin bahwa mereka yg mati di Yamama, orang-orang yg nota bene baru masuk Islam, mampu menghafal Quran. Tapi yg paling menarik dari versi ini adalah bahwa begitu koleksi pertama dibawah Abu Bakr tersusun, koleksi itu tidak dianggap sbg buku resmi (official codex), ttp hanya sbg milik pribadi Hafsa.

Milik pribadi Hafsa? Jadi tidak diberikan kpd otorita Muslim utk kemudian dijadikan acuan? Jadi, mana bukti bahwa ini yang dijadikan panutan Muslim?

Bahkan ada yg mengatakan bahwa cerita itu hanya isapan jempol belaka agar dianggap sbg koleksi resmi pertama yang bebas dari unsur Usman, sang kalif ketiga yang sama sekali tidak disukai. Ada yg mengatakan bahwa cerita ini diciptakan utk "membawa kembali koleksi Quran sedekat mungkin kpd saat matinya Muhamad."

Koleksi ‘Usman (644-656)

Menurut versi ini, salah seorang jendral Usman meminta sang kalif agar membuat koleksi macam itu karena pecahnya percekcokan serius ttg isi Quran diantara para anggota pasukannya yg berasal dari berbagai provinsi. ‘Usman memilih Zayd ibn Thnabit utk mempersiapkan teks resminya. Zayd, dgn bantuan tiga aristokrat Mekah, dgn hati-hati menuliskan kembali Quran dan membandingkan versinya dgn versi lembaran "daun-daun" yg dimiliki Hafsa, puteri Umar; dan spt diperintahkan, kalau menghadapi kesulitan ttg cara pembacaannya, Zayd mengikuti dialek suku Quraysh, suku nabi. Quran versi baru itu rampung antara thn 650 dan kematian ‘Usman thn 656, dan dikirim ke Kufa, Basra, Damascus, dan mungkin Mekah, dan salah satunya, tentunya, disimpan di Medinah. Versi-versi lainnya diperintahkan agar dihancurkan.

Versi inipun rawan kritik. Bahasa Arab yg ditemukan dlm Quran bukan bahasa dialek. Dlm beberapa versi, jumlah orang yg bekerja dgn Zayd dlm proyek ini juga berbeda, termasuk mereka yg menjadi musuh Usman, dan seseorang yg diketahui telah tewas sebelum proyek ini dilangsungkan! Fase kedua cerita ini tidak menyebutkan keikutsertaan Zayd spt dalam koleksi Quran yg didiskusikan dlm Fase pertama.

Terlepas dari ketidakpastian diatas, kebanyakan pakar menerima bahwa teks Quran dirampungkan dibawah Usman, antara thn 650 dan thn 656. Mereka menerima koleksi Usman, tanpa bisa menjelaskan mengapa versi ini lebih bisa diterima ketimbang versinya Abu Bakr. Mereka tidak memberikan argumen apapun. Contoh, Charles Adams setelah menyampaikan kejanggalan versi Uslam menyaitumpulkan dgn kepastian yg sangat tinggi namun tidak logis bahwa, "terlepas dari kesulitan yg ada dgn bermacam-macam tradisi, pentingnya codex yg dipersiapkan dibawah Usman tidak diragukan." Tetapi ia tidak sedikitpun membuktikan bahwa memang dibawah Usman-lah, Quran yg kita kenal sekarang, dipersiapkan. Dgn mudah saja para pakar meng-ASUMSI-nya.

Argumen yg sama utk membatalkan versi Abu Bakr ini bisa saja digunakan utk membatalkan versi Usman. Bisa saja kita mengatakan bahwa cerita Usman ini diciptakan oleh para musuhnya Abu Bakr dan teman-teman Usman; polemik politik bisa saja berpengaruh dlm penciptaan versi ini.

Tapi pertanyaan tetap belum terjawab: apa yg dikandung dalam lembaran "daun" milik Hafsa ini? Dan jika versi Abu Bakr memang palsu, darimana Hafsa mendapatkannya? Dan apa versi-versi Quran yg tersebar di berbagai provinsi itu? Apakah kita dapat pilih seenak udel kita dari sekian banyak versi yg saling kontradiktif?

Tidak ada alasan kuat mengapa kita harus memilih versi Usman dan bukannya versi Abu Bakr; karena toh mereka berasal dari sumber yang sama yang sudah sangat terlambat, sangat tendensius, dan kesemuanya palsu, spt yg akan kita lihat nanti. Tetapi saya memiliki kesulitan yg jauh lebih rumit dlm menerima versi manapun.
Pertama, semua cerita-cerita ini tergantung pada ingatan para muslim pertama. Memang, para pakar harus menggantungkan diri pada daya ingatan orang Arab jaman dulu. Menurut beberapa tradisi, Muhammad dikatakan tidak dapat membaca ataupun menulis dan oleh karena itu semuanya tergantung dari dirinya setelah ia dgn sempurna menghafal apa yg diwahyukan Allah lewat malaikatnya. Tapi beberapa cerita Quran sangat panjang.
Contoh, cerita Yusuf sampai menelan satu bab yg berisi 111 ayat. Apakah kita dapat percaya bahwa Muhamad menghafalnya persis sama titik dan komanya dgn apa yg diwahyukan?

Para Sahabat Nabi juga dikatakan telah menghafalkan ocehan dan komat-kamitnya Nabi. Seberapa kuatkah daya ingatan mereka? Apakah mereka tidak melupakan satu halpun? Tradisi dari mulut ke mulut memang memiliki tendensi utk terus berganti dan tidak bisa dijadikan patokan utk menyusun sejarah yg bisa dijamin kebenarannya.
Kedua, kita hanya bisa ber-ASUMSI bahwa para Sahabat nabi mendengar dan mengerti sang Nabi secara sempurna. Asumsi tidak cukup utk menarik kesimpulan pasti.

Bermacam Versi, Versi yg Hilang, Versi yg Ditambahkan

Tanpa kecuali, SEMUA MUSLIM akan mengatakan bahwa Quran yg kita miliki sekarang persis sama-baik dlm bentuk, nomor dan urutan bab dgn Quran versi Usman. Malah dikatakan bahwa Qurannya Usman mengandung kesemua wahyu yg disampaikan pada masyarakat dan disimpan tanpa mengalami satu perubahan atau variasi macam apapun dan bahwa Qurannya Usman memang universal dari hari pertama disebarkan. Tapi sikap ortodoks ini dimotivasi oleh faktor dogma dan tidak dapat didukung bukti sejarah.” - Charles Adams.

Padahal para pakar Islam dulu jauh lebih flexible dari Muslim sekarang. Mereka sadar bahwa ada bagian Quran yg hilang, dipalsukan dan adanya ribuan variasi. Contoh, As-Suyuti (wafat 1505), salah seorang pakar Quran yg paling dihormati mengutip Ibn ‘Umar al Khattab: "Janganlah ada diantara kalian yg mengatakan bahwa ia mendapatkan seluruh Quran, karena bgmn ia tahu bahwa itu memang keseluruhannya? Banyak dari Quran telah hilang. Oleh karena itu, kalian harus mengatakan ‘Saya mendapatkan bagian Quran yg ada’" (As-Suyuti, Itqan, part 3, page 72).

A’isha, isteri tersayang nabi mengatakan, juga menurut sebuah tradisi yg diceritakan as-Suyuti, "Selama masa Nabi, saat dibacakan, bab ttg ‘the Parties’ berisi 200 ayat. Ketika Usman mengedit Quran, tersisa hanya ayat-ayat sekarang ini (73 ayat) yg tertinggal." Lalu kemana 127 ayat yg lain itu? Dan dng alasan apa 127 ayat itu dibuang? Why oh why?

As-Suyuti juga menceritakan ini ttg Uba ibn Ka’b, salah seorang sahabat Muhamad:

Sahabat terkenal ini meminta salah seorang Muslim, "Berapa ayat yang ada dalam surah ‘the Parties’?" Katanya, "73 ayat." Ia (Uba) mengatakan padanya, "Dulunya jumlah ayatnya hampir sama dgn Surah ‘Al Baqarah’ (sekitar 286 ayat) dan termasuk ayat perajaman". Lelaki itu bertanya, "Apa ayat perajaman itu?" Ia (Uba) mengatakan, "Jika lelaki tua atau wanita melakukan zinah, rajam mereka sampai mati."

Spt dikatakan sebelumnya, setelah kematian Muhamad di 632M, tidak ada satupun dokumen tunggal yg memuat kesemua wahyu. Banyak pengikutnya mencoba mengumpulkan semua wahyu yg dikenal dan mencatatkan mereka dalam satu bentuk mushaf.
Timbullah kemudian mushaf-mushaf milik sejumlah pakar spt Ibn Masud, Uba ibn Ka’b, ‘Ali, Abu Bakr, al-Aswad, dll (Jeffery, bab 6, mencatat 15 mushaf utama dan sejumlah besar mushaf sekunder). Saat Islam menyebar, kita akhirnya memiliki apa yg kemudian dikenal sbg mushaf metropolitan di pusat-pusat Mekah, Medinah, Damascus, Kufa dan Basra.

Spt yg kita lihat sebelumnya, Usman mencoba mengatasi situasi kacau ini dgn kanonisasi codex/mushaf Medinah, yang copy-copynya dikirim kesemua pusat metropolitan diiringi perintah utk menghancurkan kesemua codex lain.

Codex Usman ini dianggap sbg standar teks konsonan, tapi yg kita temukan malah berbagai variasi teks konsonan yg masih hidup juga sampai abad Islam ke 4.

Masalah semakin diperuncing karena teks konsonan tidak dibarengi dgn titik, yaitu titik yg membedakan huruf "b" dari "t" atau "thn". Huruf-huruf lainnya (f dan q; j, h, dan kh; s dan d; r dan z; s dan sh; d dan dh, t dan z) tidak dapat dibedakan. Dgn kata lain, Quran tertulis secara ‘scripta defectiva’/huruf-huruf defektif alias tidak sempurna. Akibatnya, timbullah berbagai macam arti tergantung dari letak titik.

Vowels (huruf hidup/vokal) membuat masalah yg lebih pelik. Tadinya, Arab tidak memiliki tanda-tanda bagi Vowel pendek: teks Arab adalah konsonantal. Walaupun vowels pendek ini kadang dihindarkan, mereka bisa ditulis dgn tanda-tanda orthnographical diatas atau dibawah hurufnya —totalnya 3 tanda petunjuk (three signs in all), mengambil bentuk spt komma. Setelah menentukan konsonannya, Muslim masih harus memutuskan vowel mana yg digunakan: menggunakan vowel berbeda tentunya menghasilkan pembacaan yg berbeda.
Scripta plena, yg memungkinkan teks yg vowel penuh dan teks dgn titik, belum disempurnakan sampai akhir abad ke 9. Problem yg diakibatkan ‘scripta defectiva’ itu dgn sendirinya mengakibatkan tumbuhnya pusat-pusat berbeda dgn masing-masing tradisi ttg bgmn teks itu harus diberi titik atau di-vowel.

Walaupun Usman memerintahkan dihancurkannya semua Quran selain Quran versinya, ternyata masih ada saja mushaf yg lebih tua yg selamat. Spt dikatakan Charles Adams;
"Harus ditekankan bahwa dalam ketiga abad pertama Islam, bukannya terdapat satu bentuk teks tunggal yg diturunkan tanpa perubahan dari jaman Usman, melainkan ribuan versi. Variasi-variasi ini bahkan mempengaruhi Codex Usman, shg mempersulit perkiraan bagaimana sebenarnya bentuk aslinya."

Ada juga Muslim yg menginginkan codex selain codexnya Usman. Contoh, milik Ibn Mas’ud, Uba ibn Ka’b, dan Abu Musa. Pada akhirnya, dibawah pengaruh Ibn Mujahid (wafat 935), terdapat kanonisasi satu sistim konsonan dan batasan pada variasi vowel yg bisa digunakan dalam teks yg mengakibatkan diterimanya 7 sistim. Namun pakar-pakar lainnya menerima 10 cara bacaan, sedang masih ada saja yg menerima 14 cara bacaan. Dan bahkan ketujuh codex versi Ibn Mujahid memberikan 14 kemungkinan karena masing-masing dari ketujuh codex itu bisa dilacak kpd dua transmitter berbeda, yaitu;

1. Nafi dari Medinah menurut Warsh dan Qalun
2. Ibn Kathnir dari Mekah menurut al-Bazzi dan Qunbul
3. Ibn Amir dari Damascus menurut Hisham dan Ibn Dakwan
4. Abu Amr dari Basra menurut al-Duri dan al-Susi
5. Asim dari Kufa menurut Hafs dan Abu Bakr
6. Hamza dari Kufa menurut Khalaf dan Khallad
7. Al-Kisai dari Kufa menurut al Duri dan Abul Harithn

Pada akhirnya 3 sistem bertahan, sistemnya Warsh (d. 812) milik Nafi dari Medina, Hafs (d. 805) milik Asim dari Kufa, dan al-Duri (d. 860) milik Abu Amr dari Basra. Jaman sekarang, dua versi nampaknya digunakan versi Asim dari Kufa lewat Hafs, yg diberikan ijin resmi dgn diadopsi sbg Quran edisi Mesir thn 1924; dan milik Nafi lewat Warsh, yg digunakan di bagian-bagian Afrika selain Mesir.

Charles Adams mengingatkan kita:
Perbedaan antara ketujuh versi ini mencakup perbedaan teks tertulis dan lisan maupun perbedaan ayat-ayat Quran, yg perbedaannya –walau tidak besar- tetap penting. Mengingat versi-versi berbeda ini berlawanan dgn doktrin (bahwa Quran = sempurna), Muslim sering membelanya dgn mengatakan bahwa perbedaan ketujuh versi ini hanya berarti 7 versi pembacaan. Tapi cara dan teknik pembacaan/pelafalan Quran adalah hal yg sama sekali berbeda.

Guillaume juga merujuk pada variasi versi ini sbg "tidak terlalu penting." Contoh, kedua ayat terakhir surah LXXXV, Al Buraj, berisi: (21) hawa qur’anun majidun; (22) fi lawhin mahfuzun atau mahfuzin? Syllable yg terakhir diragukan. Kalimat ini bisa berarti "It is a glorious Koran on a preserved tablet". Tapi bisa juga berarti "It is a glorious Koran preserved on a tablet."

Nah, kalau Quran mengandung pemotongan/pengurangan syllable, bukankah ini berarti bahwa bisa saja Quran mengandung tambahan syllable, bukan?

Otentisitas ayat-ayat Quran bahkan diragukan oleh Muslim sendiri. Golongan Kharijit, pengikut Ali dlm sejarah permulaan Islam, menyatakan surah Yusuf bersifat menghina, cerita erotis yg tidak pantas dimuat dlm Quran. Hirschfeld mempertanyakan otentisitas ayat-ayat ttg nama-nama Muhamad. Ia khususnya mencurigai kata ‘Praised/Terpuji’, bagi nabi. Kata itu bukan kata yg layak dipakai.
Bell dan Watt memeriksa amandemen dan revisi Quran dan mengatakan bahwa ketidaksamaan gaya dlm Quran adalah bukti bahwa Quran mengalami banyak perubahan.

Syair-syair (rhymes) tersembunyaitu, dan anak-anak kalimat (rhyme phrases) yg tidak dirajut dalam tekstur anak kalimat, syair-syair yg tiba-tiba berubah; repetisi kata/anak kalimat dlm ayat-ayat yg berdekatan (repetition of the same rhyme word or rhyme phrase in adjoining verses); intrusi subyek yg sama sekali terpisah dari tema ayat yg homogen; perbedaan penanganan subyek yg sama dlm ayat yg berdekatan, sering dgn repetisi kata-kata dan anak-anak kalimat; pause dlm konstruksi gramatik yg mempersulit penjelasan (exegesis); perubahan tiba-tiba dlm panjangnya ayat; perubahan tiba-tiba dlm situasi dramatik, dgn penggantian dari kata benda tunggal ke jamak, dari kata-subyek-kedua ke kata-subyek-ketiga; pernyataan-pernyataan yg saling bentrok; satu ayat bisa mengandung anak kalimat yg berbeda penanggalannya, ayat baru dicampur dgn ayat lama dsb dsb.

Pakar Islam beragama Kristen, al-Kindi, yg menulis sekitar 830M, menulis kritik terhdp Quran yg mirip dgn diatas :
Anda dapat melihat bagaimana dalam Quran, cerita-cerita sejarah saling campur baur; tanda bahwa banyak tangan telah mengerjakan Quran dan mengakibatkan kejanggalan, menambahkan atau memotong apa yg mereka suka dan tidak suka. Itukah kondisi sebuah wahyu yg diturunkan dari surga?

Skeptisisme NaraSumber

Sejauh ini, bukti penyusunan Quran didapatkan dari Hadis (biografi Muhamad).

Muhamad wafat thn 632M. Material paling dini ttg kehidupannya ditulis oleh Ibn Ishaq pd thn 750M, dgn kata lain, SERATUS DUAPULUH TAHUN setelah kematian Muhamad. Karena karya asli Ibn Ishaq ini hilang dan hanya tersedia sebagian dlm tulisan Ibn Hisham yg wafat 834M, 200 tahun setelah kematian Muhamad, OLEH KARENA ITU OTENTISITAS KARYA IBN ISHAQ ITU TIDAK TERJAMIN.

Hadis ini adalah koleksi pernyataan dan perbuatan nabi yg ditulis oleh sahabat-sahabatnya yg bisa ditelusuri kembali kpd nabi dgn mata rantai yg disebut ‘isnad.’ Hadis ini termasuk cerita penyusunan Quran. Ada 6 koleksi otentik yg diterima Muslim Sunni, yaitu koleksi Bukhari, Muslim, Ibn Maja, Abu Dawud, al-Tirmidhi dan al-Nisai. Perlu ditekankan bahwa narasumber ini hidup jauh setelah Muhamad. Bukhari sendiri wafat 238 tahun setelah kematian Muhamad, sementara al-Nisai wafat 280 tahun sesudahnya!

Tradisi (ini bagian yg SERU!!)

Para penulis biografi Muhamad terlalu jauh dari jamannya utk mengetahui persis data atau keadaan jaman Muhamad; data-data didasarkan pada fiksi tendensius dan bukan pada obyektivitas; lagipula mereka tidak bermaksud utk memeriksa apakah cerita-cerita itu benar terjadi, tapi cukup utk me-rekonstruksi masa lalu yang ideal, sesuai dng yg diharapkan.

Cerita-cerita diciptakan agar sesuai dgn tujuan dan maksud kelompok-kelompok tertentu. Bahkan pakar Islam, Lammens, mencap seluruh biografi Muhamad sbg tidak lebih dari exegisis tendensius yg dirancang dan ditambah-tambahi oleh generasi pengikut berikutnya.

Bahkan para pakar yg tidak setuju dgn pandangan Lammens yg rada ekstrim itu terpaksa mengakui juga bahwa "tentang kehidupan Muhamad sebelum karirnya sbg nabi, kita tahu sangat sedikit; terlepas dari legenda-legenda yg begitu dihargai pengikut, tidak ada keterangan apapun."

Ignaz Goldziher adalah pakar yg memiliki pengaruh besar dlm bidang studi Islam, dan sederajad dgn Hurgronje dan Noldeke, merupakan salah seorang bapak pendiri Ilmu Pengkajian Modern Islam. Hampir semua tulisannya dari thn 1870 dan 1920 masih juga digunakan hingga kini pd universitas di seantero dunia.

Dlm karya klasiknya, "On the Development of Hadith," Goldziher "menunjukkan bahwa bahkan Hadis-hadis yg diterima dlm koleksi Muslim yg paling dalam kritikannya merupakan pemalsuan telak dari abad 8 dan 9 —dan sbg konsekwensinya, isnad-isnad yg mendukung hadis-hadis tsb juga hanya fiksi semata-mata."

Dihadapkan pada argumen Goldziher yg sangat kuat, para ahli sejarah Islam mulai panik dan mencari segala cara utk menyangkal teori dahsyat ini dgn mencoba-coba membandingkan mana yg tradisi legal dan mana yg tradisi historis. Tetapi spt yg dikatakan Humphreys, Hadis dan tradisi historis sangat mirip; para pakar abad ke 8-9 juga mengulas kedua macam teks tsb. "Jadi, jika isnad Hadis diragukan, maka isnad tradisi historis juga patut diragukan."

Spt yg dikatakan Goldziher, "Kebanyakan Hadis merupakan hasil perkembangan Islam secara religius, historis dan sosial selama dua abad pertama." Hadis tidak berguna bagi sejarah ilmiah manapun dan hanya merupakan "cermin dari tendensi" masyarakat Muslim dini.

Saya akan jelaskan lebih lanjut latar belakang argument Goldziher.

Setelah kematian nabi, 4 sahabatnya menggantikannya sbg pemimpin masyarakat Muslim. Mereka itu diantaranya adalah:

-Usman; yg bermusuhan dgn
-Ali, sepupu nabi yg menikah dgn puteri nabi.

Ali tidak mampu menerapkan kewenangannya di Syria yg di-gubernur-i oleh musuhnya, Mu’awiya, yg bersumpah utk "Balas Dendam bagi Usman" (demikian sorakan perangnya) melawan Ali. Mu’awiya dan Usman bersaudara dan keduanya anggota clan Mekah, Umayad. Mereka berperang di pertempuran Siffin. Setelah pembunuhan Ali pd thn 661, Mu’awiya menjadi kalifah pertama dinasti Umayad, yg bertahan sampai 750M. Dinasti Umayad lalu didepak oleh dinasti Abbasid, yg bertahan di Iraq dan Bagdad sampai abad ke-13.

Pada permulaan dinasti Umayad, Muslim tidak tahu menahu ttg upacara dan doktrin. Para pemimpin sendiri tidak memiliki antusiasme besar bagi agama dan kebanyakan membenci para imam. Hasilnya adalah timbulnya sebuah kelompok agama yg tanpa malu-malu memalsukan tradisi demi kebaikan komunitas. Mereka menentang Umayad yg atheis itu tapi tidak secara terbuka. Jadilah mereka menciptakan tradisi-tradisi yg didedikasi bagi keluarga nabi, shg secara tidak langsung menyatakan kesetiaan kpd Ali.

Spt dikatakan Goldziher, "Pemerintah yg berkuasa juga tidak ongkang-ongkang kaki. Kalau mereka ingin agar sebuah pendapat diterima secara umum dan membungkam oposisi para imam; merekapun harus tahu juga bgmn mencari Hadis yg sesuai dgn tujuan mereka. Merekapun harus melakukan apa yg dilakukan lawan-lawan mereka: menciptakan dan menyuruh menciptakan Hadis-hadis. Dan itulah yg mereka lakukan."

Goldziher melanjutkan:
”Upaya-upaya resmi atas penciptaan, diseminasi dan penekanan terhdp tradisi sudah dimulai sejak dini. Sebuah instruksi Muawiyah yg diberikan kpd gubernur al Mughira menghormati Umayad berbunyaitu: ‘Jangan capek melecehkan dan menghina Ali dan meminta kemurahan Allah karena Usman telah merusak nama baik sahabat-sahabat Ali, menggantikan mereka dan tidak mau mendengarkan mereka (yaitu, Hadis-hadis mereka); dan sebaliknya pujilah pengikut Usman dan dengarkan mereka.’"

Ini adalah perintah resmi utk menyebarkan hadis-hadis yang anti-Ali dan menekan hadis-hadis yg pro-Ali. Kaum Umayad beserta para politikus tidak malu-malu membungkus kebohongan yg tendensius ini dgn kedok agama, dan mereka hanya peduli dgn para pemimpin agama yg bersedia menutupi kepalsuan-kepalsuan itu dng otoritas kuat mereka.

Bahkan detil upacara yg paling sepele-pun dipalsukan. Termasuk cara-cara bagaimana menyalami dinasti atau clan saingan. Dibawah Abbasid, pemalsuan Hadis anti-Ali semakin banyak. Contoh, nabi konon mengatakan bahwa Abu Talib, ayah Ali, mendekam di neraka paling dalam: "Mungkin campur tangan saya akan berguna baginya pada hari Kiamat shg ia bisa dipindahkan kesebuah kolam api yg mencapai lututnya, yg masih cukup panas utk membakar otaknya." Jelas ini ditantang oleh para teolog pro-Ali yg kemudian dgn menciptakan pernyataan-pernyataan nabi yg memuja-muja Abu Talib.

Para juru cerita dibayar tinggi kalau menghibur dgn hadis yg disukai massa. Utk menarik massa, para juru cerita tidak malu-malu menjual-belikan hadis-hadis mereka ini. "Bisnis pencarian hadis sangat disukai pihak-pihak yg rakus yg berpura-pura sbg narasumber dan dgn semakin meningkatnya permintaan semakin tinggi pula bayaran mereka utk produksi hadis."
...
60 tahun kemudian, Argumen Goldziher diteruskan oleh Islamis besar lainnya, Joseph Schacht, yg karya-karyanya dianggap karya klasik. Kesimpulan Schacht bahkan lebih radikal, mengkhawatirkan dan dampak penuhnya belum disadari orang.

Humphreys merangkum teori Schacht:
(1) isnad [mata rantai para penulis hadis] yg bisa ditelusuri sampai jaman nabi hanya digunakan sekitar Revolusi Abbasid — yaitu, pertengahan abad 8;

(2) ironisnya, semakin berbunga-bunga dan formal sebuah isnad, semakin diragukan kebenarannya. TIDAK ADA hadis yg eksis yg bisa ditelusuri sampai ke nabi, walau beberapa dari mereka bisa saja berakar pd ajarannya.

(3) Secara umum diakui bahwa kritik terhdp tradisi-tradisi yg dipraktekkan para pakar Muhamad TIDAK CUKUP, dan walaupun tradisi mencoba menghilangkan pemalsuan ini, seluruh karya-karya klasik (classical corpus) mengandung tradisi-tradisi yg tidak mungkin otentik. Goldziher tidak hanya menyuarakan rasa skeptis-nya terhdp tradisi, bahkan terhdp koleksi-koleksi klasik [yaitu koleksi Bukhari, Muslim, et-al.], namun ia menunjukkan dgn jelas bahwa mayoritas tradisi dari nabi adalah DOKUMEN-DOKUMEN BUKAN DARI JAMANNYA, namun dari tahap-tahap berikutnya selama abad-abad pertama Islam.

Penemuan dahsyat ini kemudian menjadi dasar semua study dan penyelidikan.

Buku Schacht menegaskan kesimpulan Goldziher ini dan bahkan beranjak lebih jauh: banyak tradisi dlm koleksi klasik dan koleksi-koleksi lainnya disebarkan hanya setelah masa Shafi‘i [Shafi‘i adalah pendiri aliran yg menyandang namanya; ia wafat thn 820M]; wadah tradisi hukum pertama hanya timbul pada pertengahan abad kedua Islam [yaitu abad 8M].

Schacht membuktikan, misalnya, bahwa sebuah tradisi kalau memang eksis wajib dijadikan referensi dalam sebuah argumen hukum. Jadi kalau tidak disebut-sebut, itu berarti bahwa tradisi itu tidak eksis. Bagi Schacht setiap tradisi hukum dari nabi harus dianggap tidak otentik.

Tradisi diciptakan guna menyanggah doktrin-doktrin yg bertentangan dgnnya; Schacht menyebut tradisi-tradisi ini "counter traditions/tradisi bantahan." Doktrin-doktrin dlm suasana polemik ini sering dianggap berasal dari otoritas yg lebih tinggi: "tradisi dari para Penerus [Nabi] menjadi tradisi dari Sahabt [Nabi], dan tradisi dari Sahabat menjadi tradisi dari nabi." Detil-detil dari kehidupan Nabi dibuat-buat agar mendukung doktrin-doktrin sesaat.

Schacht kemudian mengritik isnad yg dikatakannya "disusun secara serampangan. Setiap masyarakat yg ingin agar doktrinnya bisa ditelusuri sampai jaman nabi, bisa memilih tokoh Islam manapun secara acak (contoh Bukhari, Muslim etc) dan mencakupkannya dalam isnad. Oleh karena itu kita menemukan sejumlah berbagai nama dalam isnad yang identik."

Shacht "menunjukkan bahwa permulaan hukum Islam tidak dapat ditelusuri lebih jauh dari satu abad setelah kematian nabi." Hukum Islam tidak langsung berasal dari Quran tetapi dari praktek adminstrasi dan kebutuhan sesaat dinasti Ummayad, dan "praktek ini bahkan sering menyaitumpang dari maksud dan kata-kata eksplisit Quran." Norma-norma yg didapatkan dari Quran diperkenalkan dlm hukum Islam pada tahap kedua.

Dampak argument Schacht ini ditelusuri lebih lanjut oleh John Wansbrough. Buku-bukunya yg sangat penting adalah Quranic Studies: Sources and Methnods of Scriptural Interpretation (1977) dan The Sectarian Milieu: Content and Composition of Islamic Salvation History (1978). Buku-buku ini menunjukkan bahwa Quran dan Hadis tumbuh dari kontroversi sectarian selama periode panjang, kira-kira dua abad, dan lalu diproyeksikan kembali seolah-olah berasal dari titik permulaan Arab.

Katanya, Islam hanya timbul saat berpapasan dgn Yudaisme —"bahwa doktrin Islam secara umum dan bahkan tokoh Muhamad dibentuk agar sesuai dgn prototip para Rabbi Yahudi. Mitos-mitos Islam merupakan manifestasi dari sejarah penyelamatan (‘salvation history’) Perjanjian Lama."

Wansbrough menunjukkan bahwa teks definitif Quran tidak dicapai dlm abad ke 7, tetapi dlm abad ke 9!! Jadi kemungkinan adanya asal-usul Arab dalam Islam sangat kecil: orang Arab secara bertahap menyusun pernyataan kepercayaan mereka berdasarkan apa yg mereka dengarkan dari kaum Yahudi diluar Hijaz (diluar Arabia Pusat, yg mengandung kota-kota Mekah dan Medinah). "Quran menunjukkan persamaan dgn materi kitab-kitab Yahudi-Kristen… tantangan utk memproduksi kitab yg identik atau superior, yg diekspresikan 5 kali dlm teks Quran hanya bisa dijelaskan dlm konteks polemik Yahudi."

Akibat pengaruh Yahudi, masy Muslim dini mengambil Musa sbg tokoh panutan, dan lalu baru timbul-lah portret Muhamad, tetapi hanya secara bertahap dan ini juga karena menanggapi kebutuhan sebuah masy religius. Masy ini sangat perlu mendirikan kredibilitas Muhamad sbg nabi yg didasarkan pada model Musa; oleh karena itu mereka memerlukan sebuah kitab suci, utk melengkapi bukti kenabiannya.

Perkembangan bertahap selanjutnya adalah ide asal usul Arab bagi Islam. Utk itu diciptakanlah konsep bahasa suci, Arab. Quran dikatakan diturunkan Allah dlm bahasa Arab murni. Perlu diingat bahwa koleksi pertama sajak-sajak kuno timbul dalam abad ke 9.
"Cara materi ini dimanipulasi oleh para penyusun utk mendukung argumen manapun nampaknya tidak pernah bisa disembunyaitukan secara sukses."

Jadi para pakar bahasa Islam mencantumkan tanggal dini pada sebuah sajak karangan Nabigha Jadi, penyair jaman pra-Islam, guna "memberikan bukti-bukti teks pra-Islam bagi Quran." Tujuan utk memanfaatkan syair-syair pra-Islam ini adalah:
(1) utk menciptakan kesan kuno bagi kitab suci mereka dan oleh karena itu menciptakan kesan otentisitas, teks mana dlm realita telah dipalsukan pd abad ke 9, bersama-sama dgn tradisi-tradisi pendukungnya.
(2) utk memberi sifat dan tempat Arab, utk membedakannya dari Yudaisme dan Kristen.

Tradisi-tradisi exegesis juga sama fiktifnya dan hanya bertujuan satu: utk menunjukkan asal usul Hijaz Islam. Wansbrough memberikan bukti negative utk menunjukkan bahwa Quran tidak mencapai bentuk definitif sebelum abad ke 9.
Kajian Schacht ttg perkembangan dini doktrin hukum Islam menunjukkan bahwa yurisprudensi Muslim tidak didasarkan pada Quran.

Pendasaran hukum pada kitab suci... adalah fenomena abad ke 9... Bukti negatif lainnya adalah tidak adanya rujukan pada Quran dlm Fiqh Akbar I.

Fiqh Akbar I itu adalah dokumen yg berasal dari pertengahan abad ke 8, yg merupakan pernyataan kepercayaan Muslim. Jadi Fiqh Akbar I mewakili pandangan orthodoxy atas pertanyaan-pertanyaan dogmatis jaman itu. Kalau Quran eksis, mustahil namanya tidak disebutkan dlm Fiqh itu.

Wansbrough mengatakan bahwa Quran tidak mungkin merupakan hasi peng-editan beberapa orang saja, tetapi lebih sebuah "produk perkembangan alami dari tradisi-tradisi yg tadinya independen lewat jangka waktu panjang."

Sekelompok pakar yg dipengaruhi Wansbrough lebih radikal lagi : mereka menolak keseluruhan sejarah Islam dini. Michael Cook, Patricia Crone dan Martin Hinds yg menulis antara thn 1977 dan 1987. Mereka menganggap keseluruhan sejarah sampai jaman
Abd al-Malik (685-705) sbg PALSU dan menyatakan Penaklukan Arab (Arabian Conquest) dan pembentukan Kalifah sbg gerakan orang-orang Arab yg diinspirasi oleh ajaran messianisme Yahudi utk mencoba merebut kembali Tanah Terjanji. Menurut mereka, Islam tampil sbg agama dan budaya otonomis hanya melalui dalam proses panjang utk menggabungkan identitas bangsa-bangsa yg terpisah yg disatukan akibat Penjajahan Islam: bangsa Jacobite Syria, bangsa Armenia Nestorian di Iraq, kaum Koptik, Yahudi dan akhirnya bangsa di jazirah Arab.

Tradisi hidup Muhamad dan timbulnya Islam tidak lagi diterima Cook, Crone dan Hinds. Cook, dlm serial Oxford Past Masters ttg Muhamad, memberikan alasannya utk menolak tradisi biografis Muhamad:

Cerita-cerita palsu rawan diantara para pakar abad ke 8M... Ibn Ishaq dan kawan-kawannya menyimpulkan dari tradisi lisan. Kita memiliki alasan kuat utk percaya bahwa sejumlah tradisi ttg pertanyaan dogma dan hukum diciptakan oleh mata rantai otoritas/penguasa yg menyebarkannya dan pada saat yg sama kita memiliki bukti akan kontroversi di abad 8M apakah tradisi lisan boleh dipindahkan ke tradisi tertulis.

Jika kita tidak dapat mempercayai mata rantai otoritas, kita tidak lagi dapat menyatakan kepastian bahwa apa yg kita miliki ini adalah hasil kesaksian independen; dan jika pengetahuan ttg hidup nabi Muhamad diturunkan secara lisan selama 1 abad sebelum dipaparkan secara tertulis, maka kemungkinan besar proses ini mengakibatkan materi ini mengalami perubahan besar.

Cook kemudian melihat sumber-sumber non-Muslim: Yunani, Syria dan Armenia. Timbul gambaran yang sama sekali tidak disangka. Walau tidak diragukan bahwa Muhamad eksis, bahwa ia pedagang, bahwa sesuatu yg penting terjadi pd thn 622, bahwa Abraham adalah pusat ajarannya, TIDAK ADA INDIKASI BAHWA KARIR MUHAMAD TIMBUL DI TANAH ARAB. Tidak ada sebutan Mekah, dan Quran tidak muncul sebelum akhir abad ke 7.

Bukti-bukti kuat menunjukkan bahwa tadinya arah sholat Muslim adalah jauh lebih utara dari Mekah, dan oleh karena itu Mekah tidak mungkin tempat suci mereka. "Ketika kutipan-kutipan Quran pertama muncul pada kepingan uang dan inskripsi-inskripsi pada akhir abad ke 7, mereka menunjukkan perbedaan teks kanonis (canonical text). Ini memang tidak terlalu berarti dari segi isi, tapi kenyataan bahwa perbedaan teks kanonis ini tampil dalam konteks formal macam ini menyangkal pendapat bahwa teks itu berasal dari jaman Muhamad."

Sumber Yunani paling dini menyebut Muhamad hidup di thn 634, 2 tahun setelah dinyatakan wafat oleh tradisi Muslim!!

Versi Armenia lain lagi. Kronikel Armenia thn 660-an menggambarkan Muhamad sbg mendirikan masyarakat yg terdiri dari baik kaum Ishmaeli (Arab) dan Yahudi, dgn unsur Ibrahim sbg penyatu; sekutu-sekutu ini kemudian menaklukkan Palestina. Sumber-sumber tertua Yunani menuliskan pernyataan sensasional bahwa nabi yg tampil diantara para Saracen (Arab) MEMPROKLAMIRKAN DATANGYA MESSIAH YAHUDI dan berbicara ttg kaum Yahudi yg bercampur dgn Saracen, dan ttg bahaya atas nyawa jika jatuh ditangan Yahudi dan Sarasen ini.

Kita tidak bisa menganggap ini sbg ketidaksukaan Kristen Armenia terhdp Islam, karena pernyataan ini didasarkan pd apocalypse Yahudi [dokumen abad ke 8M, yg memuat apocalypse terdahulu yg nampaknya sejaman dgn penaklukan-penaklukan Arab+Yahudi itu]. Perpisahan dgn Yahudi, menurut kronikel Armenia ini, terjadi segera setelah penaklukan Arab terhdp Yerusalem.

Walau Palestina memainkan peran dlm tradisi Muslim, tetapi perannya kurang dibanding dng Mekah pd thn ke-2 Hijrah, saat Muhammad mengganti kiblat dari Yerusalem ke Mekah. Tetapi dlm sumber-sumber non-Muslim, Palestina-lah yg menjadi fokus gerakan ini, dan memberikan motivasi agama bagi penaklukan ini.

Menurut kronikel Armenia: Muhamad mengatakan pada Arab bahwa sbg keturunan Ibrahim lewat Ishmael, mereka juga memiliki hak atas tanah yg dijanjikan Tuhan kpd Ibrahim dan keturunannya.

Jika sumber-sumber eksternal ini benar, ini berarti bahwa tradisi yg ada ttg Muhamad diragukan kebenarannya, dan oleh karena itu integritas Quran juga diragukan.

Cook menunjukkan persamaan kepercayaan Muslim dng kaum Samaritan. Ia juga mengatakan bahwa ide fundamental yg dikembangkan Muhammad ttg agama Ibrahim sudah ada dlm buku apocryphal Yahudi bernama The Book of Jubilees (140-100 SM), dan kemungkinan telah mempengaruhi pembentukan gagasan-gagasan Islam. Kita juga memiliki bukti dari Sozomenus, penulis Kristen abad ke 5M yg "me-rekonstruksi sebuah monotheisme Ismaeli yg primitif yg identik dgn apa yg dimiliki Yahudi sampai saat Musa; dan bahwa hukum-hukum Ishmael pasti mengalami perubahan akibat perubahan jaman dan pengaruh para tetangga penyembah berhala." Sozomenus menggambarkan suku-suku Arab yang, setelah mengetahui asal Ismaeli mereka dari Yahudi, mengadopsi tata cara Yahudi.

Cook juga menunjuk pada persamaan cerita-cerita Musa (exodus, dsb) dgn Hijrahnya Muslim. Dlm mesianisme Yahudi, "karir seorang mesiah selalu ditandai dng terulangnya cerita Musa; sebuah exodus, atau tindakan melarikan diri dari penindasan kedalam gurun pasir, dari mana sang messiah melancarkan perang sucinya utk merebut kembali Palestina. Mengingat bukti-bukti dini yg menghubunngkan Muhamad dgn Yahudi dan mesianisme Yahudi pada saat dimulainya penaklukan Palestina, tidak aneh melihat pemikiran-pemikiran Yahudi ini tampil dlm gagasan-gagasan politiknya."
…….
Rumusan "Tidak ada Tuhan selain Tuhan” (“There is no God but the One”) adalah refrein yg lazim dlm liturgi Samaritan. Tema utama literatur mereka adalah kesatuan Tuhan dan Kesucian dan KebenaranNya yg Absolut. Nah, mirip bukan dgn "Tiada Allah selain Allah." Apalagi rumusan "atas nama allah" (bismillah) DITEMUKAN DALAM KITAB SUCI SAMARIA sbg beshem. Bab pembuka Quran dikenal sbg Al-Fatiha, pembuka atau gerbang/pagar. Sebuah doa Samaritan, yg juga merupakan pernyataan kepercayaan mereka memulai dgn kata-kata: Amadti kamekha al fatah rahmeka, "Saya berdiri didepanMu pada gerbang PengampunanMu." Fatah = Fatiha = pembuka atau gerbang.

Buku suci Samaritan adalah Pentateuch, yg berisi wahyu tertinggi yg amat dihormati. Mereka sangat menghormati Musa, karena ia nabi yg mendapatkan wahyu ttg Hukum Tuhan. Bagi Samaritan, Bukit Gerizim adalah pusat pemujaan Yahweh; dan juga diasosiasikan dgn Adam, Seth, dan Noah, dan pengorbanan Isaac oleh Ibraham. Harapan akan datangnya sang Messiah (atau Pemulih) adalah kepercayaan mereka. Tidakkah anda melihat kemiripan dgn Mahdi-nya Muslim?

Inilah gambaran parallel antara doktrin Samaritan dng Muslim:

MOSES = Muhamad
EXODUS = Hijrah
PENTATEUCH = Quran
Bukit SINAI/GERIZIM = bukit Hira
SHECHEM = Mekah
MESSIAH = Mahdi
Fatah = Fatiha
Beshem = bismillah

Kesamaan semua ini tercapai sudah, tinggal sekarang MEMBUAT KITAB SUCI-nya.
Cook menunjuk pada tradisi bahwa Quran terdiri dari banyak buku, tetapi Usman (kalif ketiga setelah Muhamad) hanya meninggalkan satu. Akhirnya, spt Wansbrough, Cook menyimpumpulkan bahwa Quran, "sangat lemah dalam struktur, tidak jelas, tidak konsekwen dalam baik bahasa maupun isi, janggal dlm menghubungkan materi yg terpisah dan sering mengulang-ulangi ayat-ayat dgn versi-versi yg bervariasi. Oleh karena itu Quran adalah hasil editing terlambat dan tidak sempurna dari sumber-sumber tradisi plural."

Kaum Samaritan menolak kesucian Yerusalem, dan menggantikannya dgn tempat suci Israel yg lebih tua, Shechem. Saat Muslim memisahkan diri dari Yerusalem, Shechem dijadikan model pantas bagi tempat suci mereka.

Kemiripannya luar biasa. Kedua-duanya adalah struktur sebuah kota suci yg diasosiasikan dgn bukit suci didekatnya dan upacara paling penting adalah hijrah dari kota ke bukit. Tempat suci itu adalah fondasi Abrahamic, tempat pengorbanan Abraham adalah Shechem, yang mirip sekali dgn ‘rukun’ [sudut Yamai Ka'bah] di Mekah. Dan tempat suci mereka juga diasosiasikan dgn kuburan patriarch mereka: Yusuf (atau Judah dlm hal Samaritan) dan Ishmael (atau Isaac).

Cook mengatakan, kota yg sekarang kita kenal sbg Mekah tidak mungkin merupakan tempat berlangsungnya peristiwa-peristiwa penting yg dicintai tradisi Muslim. Jarangnya rujukan pd Mekah oleh dokumen-dokumen dini dan fakta bahwa para muslim dini berkiblat pada Yerusalem, menunjukkan bahwa MEKAH MERUPAKAN PILIHAN MUSLIM BEBERAPA ABAD KEMUDIAN, guna memisahkan diri dari Yahudi dan membentuk identitas yg terpisah dari Yahudi.

Dlm bukunya, Cook menjelaskan bgmn Islam mengasimilasi semua pengaruh asing akibat penaklukan Islam atas daerah-daerah baru; bgmn Islam mencapai identitas khasnya setelah berpapasan dgn peradaban yg lebih tua, dgn Yudaisme, Kristen (Jacobite dan Nestorian), Hellenisme dan Persian (Hukum Rabbinik, filosofi Yunani, Neoplatonisme, Hukum Romawi dan arkitektur dan kesenian Byzantin). Tetapi ini semua dicapai dgn harga tinggi: "Penaklukan Arab segera menghancurkan satu peradaban dan secara permanen memecah-mecah wilayah luas. Bagi negara-negara yg dijajahnya itu, ini merupakan katastrofe besar-besaran."

Dlm ‘Slaves on Horses: The Evolution of the Islamic Polity (1980)’, Patricia Crone menyanggah tradisi-tradisi Muslim mengenai para kalifah dini (sampai thn 680-an) sbg fiksi tidak berguna. Dlm ’Meccan Trade and the Rise of Islam’ (1987), ia mengatakan bahwa laporan-laporan sejarah "adalah penjelasan yg dibuat-buat ttg ayat-ayat Quran yg sulit." Dlm karyanya kemudian, Crone secara meyakinkan menunjukkan bgmn Quran "menghasilkan informasi yg meragukan."

Jelas para juru cerita adalah yang pertama yg menciptakan konteks sejarah bagi ayat-ayat tertentu Quran. Tetapi informasi mereka saling bertentangan. Contoh, dikatakan bahwa pada saat Muhamad tiba di Medinah, kota itu terpecah-pecah oleh permusuhan antar clan, tapi ada juga yg mengatakan bahwa rakyat Medinah bersatu dibawah pemimpin mereka Ibn Ubayyl. Contoh lagi, ada banyak cerita-cerita sekitar tema "Muhammad bertemu dgn wakil-wakil agama-agama non-Islam yg mengakuinya sbg nabi". Juga ada tendensi bagi berkembangnya informasi shg semakin jauh dr peristiwa yg digambarkan.

Contoh jelas: Waqidi (wafat 823), menulis bertahun-tahun setelah wafatnya Ishaq (wafat thn 768), dapat memberikan tanggal, lokasi, nama yang persis bagi sebuah pertempuran, sementara Ishaq yg hidup sebelumnya, TIDAK MEMBERIKAN KETERANGAN APA-APA. Tidak heran kalau Waqidi lebih disukai: dari mana lagi Muslim dapat menemukan informasi yg begitu mendetil? Tetapi mengingat bahwa ini semuanya tidak diketahui apalagi dicatat oleh Ibn Ishaq, nilainya sangatlah meragukan! Kalau informasi meragukan ini bisa dihasilkan dalam 2 generasi (antara Ibn Ishaq and Waqidi) tidak sulit menyimpulkan bahwa lebih banyak lagi cerita-cerita yg diciptakan oleh 3 generasi (antara Nabi dan Ibn Ishaq).

Jelaslah bahwa para sejarawan Muslim mengambil sejarah dari materi yg merupakan isapan jempol para juru cerita.

Crone menantang sejumlah pakar sejarah konservatif spt Watt, karena terlalu menggantungkan diri pada sumber-sumber Muslim. Dan kita akan mengakhiri bab ini ttg kesimpulan Crone ttg sumber-sumber Muslim ini:

Metodologi Watt tergantung dari penilaian salah terhdp sumber-sumber ini. Masalahnya adalah bahwa asal usul tradisi itu sendiri diragukan. Seluruh tradisi ini bersifat tendensius, dgn tujuan menciptakan sebuah ‘Arabian Heilgeschichte’ (Sejarah Suci Arab) dan sifat tendensius ini akhirnya membentuk fakta-fakta yg kita miliki sekarang ini. #